YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan siswa SD Candi Baru 2. Desa Candiayu, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, tengah mengerjakan ujian tengah semester (UTS).
Namun salah satu siswanya, Diki Ardiansyah (13), tampak memicingkan kedua matanya saat membaca soal.
Kedua matanya didominasi warna merah kelainan sejak kecil. Badannya tergolong kurus jika dibandingkan anak sebaya di sekolahnya.
Saat ditanya, Diki sering menggosok mata dan mengalihkan pandangannya.
Baca juga: Kisah Siswa Madrasah di Pamekasan, Belajar di Gubuk Reyot dan Pinggir Kuburan
Diki hidup bersama ayahnya yang mengalami tunawicara.
"Kalau melihat tidak bisa terlalu jauh, kalau terkena sinar matahari gatal," ucap Diki saat ditemui di sekolahnya, Selasa (24/9/2019).
Setelah berbincang ringan, Diki lalu pamit pulang ke rumah, yang berjarak sekitar 700 meter dari sekolah.
Biasanya ia berjalan pulang bersama belasan siswa lainnya, namun hari itu ia diantarkan pulang oleh seorang gurunya.
Sampai di rumah sederhana berarsitektur limasan, seorang pria paruh baya menyambut.
Dengan bahasa isyarat, Diki disuruh berganti pakaian.
Meski hanya dihuni dua orang laki-laki, namun rumah dan lingkungannya tergolong bersih. Lantai terbuat dari batu putih, dan tembok semi permanen.
Keseharian Diki hanya tinggal berdua dengan ayahnnya bernama Sugiyanto yang seorang penyandang disabilitas tunawicara.
Ayahnya bekerja sebagai buruh serabutan. Kadang ia membantu membuat batako atau menjadi buruh bangunan.
Sementara ibunya sudah pergi bekerja ke kota yang tidak diketahui keberadaaannya. Sebenarnya Diki memiliki saudara tetapi sudah berkeluarga.
Setiap hari, Diki diberi uang jajan oleh ayahnya sebesar Rp 4.000.