KOMPAS.com - Ahmad Dinata Adit Saputra, siswa kelas VI Sekolah Dasar di Kalianda, Lampung Selatan, harus menerima kenyataan pahit. Tsunami Selat Sunda telah merenggut nyawa ibu dan adiknya pada hari Sabtu (22/12/2018) lalu.
Kenyataan tersebut terlalu berat bagi bocah penggemar sepak bola tersebut. Menurut tim relawan dari Ikatan Dokter Idonesia (IDI) di tenda pengungsian, Adit terus tampak murung dan menyendiri.
Usaha pendampingan pun terus dilakukan untuk membantu Adit melalui masa trauma tersebut. Usai berziarah di makam ibu dan adiknya, kondisi emosi Adit mulai membaik dan bisa menerima kenyataan.
Berikut ini sepenggal cerita Adit, korban selamat tsunami Selat Sunda:
Usai pulang dari Invitasi Sepak Bola U-13 Pra Penyisihan Piala Asia, penggemar tim Real Madrid tersebut melihat kampung halamannya sudah luluh lantak tersapu tsunami.
Air mata Adit pun pecah saat dirinya tak bisa menemukan kedua orangtuanya dan adik kandungnya.
Adit hanya bisa menangis. Kesedihannya begitu mendalam.
Tim relawan dari IDI pun melihat Adit lebih banyak murung dan menyendiri saat di tenda pengungsian.
"Tatapan kosong, sampai hari ketiga kami tidak tega memberi tahu kalau ibu dan adiknya meninggal," Kata Ketua IDI Lampung Selatan, Wahyu Wibisono, Senin (31/12/2018).
Wahyu mengatakan, Adit sempat mengungkapkan beberapa kali keinginannya untuk melihat rumahnya di Desa Kunjir, Kalianda, Lampung Selatan.
Setelah beberapa hari di tenda pengungsian, Adit akhirnya bertemu dengan ayah kandunganya, Subandi. Adit dan ayahnya pun segera pergi ke rumah saudaranya di Desa Way Muli, Kalianda.
Baca Juga: Adit, Bintang Sepak Bola yang Kehilangan Ibu Saat Tsunami, Kini Tak Sedih Lagi
Saat berada di tenda pengungsian, Adit menyita perhatian relawan. Saat diberi kue, biskuit dan susu kotak, selalu disimpan di tasnya. Adit beralasan, kue dan susu tersebut ingin dia berikan kepada sang adik.
"Tasnya sampai penuh makanan dan minuman tetapi dia selalu katakan ini untuk adik," kata Wahyu Wibisono, Ketua IDI Lampung Selatan.