SURABAYA, KOMPAS.com - Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI bersengketa dengan mantan karyawannya soal lahan 114.529 m2 di Surabaya senilai Rp 2 triliun.
Mantan karyawan menyebut lahan tersebut dibeli dengan uang karyawan, namun pihak LPP TVRI menyebut lahan tersebut milik negara.
Kamis (9/8/2018), kedua pihak menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Surabaya dengan agenda pengumpulan berkas barang bukti.
Masing-masing pihak menyerahkan setidaknya 50 berkas bukti kepemilikan lahan di Jalan Dukuh Pakis I dan II Surabaya kepada majelis hakim yang diketuai Agus Hamzah.
Baca juga: Gempa Kembali Guncang Lombok, Bermagnitudo 6,2, Warga Berhamburan
Hanny Purba, Ketua Panitia Pengurusan Perumahan TVRI menolak jika lahan tersebut disebut aset negara.
Lahan itu dibeli dari sumber dana sisa perolehan iklan niaga selama 24 bulan pada 1979 dan 1980 dari 147 karyawan.
Rinciannya, Rp 135.000 (uang insentif) dan Rp 40.000 (uang lelah). "Itu uang komisi karyawan yang tidak diambil, tapi untuk dibelikan lahan," terangnya.
Dia mengklaim punya bukti sah dan catatan historis pembelian lahan tersebut dari notaris. "Hanya saja permohonan sertifikat ke BPN mandeg hingga puluhan tahun karena saat itu ada pergantian kepala TVRI Surabaya," jelasnya.
Baca juga: Ini Langkah PKS jika Prabowo Tak Pilih Kadernya sebagai Cawapres
Terpisah, Kepala Sub Bagian Kelembagaan, Hukum dan Humas TVRI Pusat, Maimun Hasballah, mengaku pihaknya tidak pernah menemukan kuitansi dan bukti pembayaran pembelian lahan yang disebut dibeli dengan iuran uang intensif dan uang lelah karyawan TVRI Surabaya pada masa itu.
Menurut dia, lahan untuk rumah dinas karyawan yang dibeli dengan uang hasil iklan, juga merupakan uang negara.
"Saat itu karyawan TVRI masih di bawah Departemen Penerangan. Uang hasil iklan memang bisa dikelola sendiri, tapi sifatnya tetap uang negara. Karena karyawan mendapat uang iklan dengan bekerja menggunakan peralatan negara," ujarnya.