Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Kapiten Lay, Monumen Hidup Warisan China di Bangka

Kompas.com - 24/07/2018, 18:52 WIB
Heru Dahnur ,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com - Rumah tua Kapiten Lay yang dikenal juga dengan sebutan Latarase di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, telah berumur satu setengah abad dan tetap eksis hingga saat ini.

Rumah yang dibangun Kapten Lay Nam Sen merupakan salah satu keluarga yang pertama kali bermukim di Pulau Bangka.

Berada di lokasi strategis Jalan Sudirman, rumah Kapiten kini diapit gedung-gedung megah bertingkat. Namun demikian, fisik rumah dan berbagai furnitur di dalamnya tetap bertahan dalam bentuk asli.

Dinding dan jendela yang terbuat dari kayu, memiliki arsitektur khas tempo dulu. Perpaduan meja dan kursi dengan sebuah guci tanah liat di atasnya, mengingatkan kita akan budaya Tiongkok yang bernilai tinggi.

Pada Selasa (24/7/2018) siang, Kompas.com mendapatkan kesempatan untuk melakukan penelusuran secara langsung. Di dalam rumah, tampak berbagai peninggalan keluarga Lay Nam Sen tertata rapi. Ada foto-foto keluarga, serta benda-benda ukiran kayu.

Tak ketinggalan sebuah altar sembahyang dengan warna merah menyala, sebagai simbol budaya dan kehidupan religi pemilik rumah yang tak dapat dipisahkan.

Masuk ke bagian dalam, kamar dan tempat tidur dilengkapi juga dengan sebuah kotak kakus yang biasa digunakan pemilik rumah zaman dulu.

“Rumah ini mulai dibangun setelah masa peralihan VOC ke Pemerintah Belanda. Awalnya pembangunan Pangkal Pinang terpusat di dekat sungai dan pasar. Pengembangan dilakukan Belanda dengan membangun rumah wali kota. Antara sungai dan rumah wali kota jaraknya cukup jauh dan terkesan kosong, jadi diminta untuk membangun rumah,” kata Pemilik rumah, Hongky Listiyadhi saat berbincang dengan Kompas.com.

Baca juga: Bangunan Cagar Budaya yang Dirusak Pemiliknya Ternyata Buatan Bung Karno

Dia mengungkapkan, rumah dibangun sekitar tahun 1860-an atas nama Kapten Lay Nam Sen.

Dirinya merupakan generasi kelima yang mewarisi rumah Kapiten. Agar semakin menarik dikunjungi, kini rumah telah dilengkapi sebuah kafe di bagian belakangnya. Kata Latarase sendiri berasal dari bahasa Bangka yang artinya “sudah terasa”.

Di kafe tersebut, anda bisa mencicipi berbagai menu sembari melihat benda peninggalan sejarah yang sudah sulit ditemukan di tempat-tempat lain.

Kerajinan Batik

Hongky Listiyadhi dan istrinya, Sri Endang tidak hanya melengkapi rumah berlantai dua ini dengan sebuah kafe, tetapi juga mengembangkan kerajinan batik dengan motif khas Bangka.

Hasil kerajinan batik yang sengaja dipajang di rumah Latarase menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung.

Seorang pengunjung, Junlai mengatakan, banyak perkembangan terjadi di Pangkal Pinang, namun nuansa tradisional masih terasa kental. Junlai mengaku menetap di Jerman selama hampir 47 tahun, dan sengaja datang ke Bangka guna bernostalgia.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com