Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Gunungkidul Mencari Air Bersih hingga Jawa Tengah

Kompas.com - 01/08/2017, 15:15 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Minimnya sumber mata air di sekitar Kecamatan Rongkop dan Girisubo, Gunungkidul, Yogyakarta, menyebabkan para penjual air mengambil air sampai ke wilayah Pracimantoro, Jawa Tengah, dengan menggunakan tangki swasta.

Salah seorang pedagang Air, Margoto (51), menuturkan, setiap hari dirinya berangkat dari rumah sekitar pukul 04.30 WIB dan pulang hingga pukul 21.00 WIB untuk menjajakan air bersih di sekitar Kecamatan Rongkop dan Girisubo.

Jika ada warga yang membutuhkan akan menghubungi dirinya melalui ponsel ataupun mencegat dirinya saat berkeliling. Nama dan alamat akan ditulis dalam buku catatannya untuk memudahkannya menyalurkan air bersih.

"Setiap hari bisa sampai 10 rit, harus pulang malam," katanya saat ditemui di Desa Melikan, Rongkop Selasa (1/8/2017).

Air yang dijajakan pun harganya bervariasi mulai Rp 100.000 hingga Rp 120.000 per tangki yang berisi 5.000 liter air bersih tergantung jauh dekatnya rumah dan sumber air.

Ada dua sumber yang diambilnya, yakni di sekitar Pelabuhan Sadeng dan ke wilayah Pracimantoro, Jawa Tengah.

"Untuk sumber di Sadeng terpengaruh air laut, jika pasang airnya ikut naik, jika surut juga surut," ungkapnya.

(Baca juga: Penantian Panjang Warga Desa Melikan Memperoleh AIr Bersih)

Sopir lainnya, Sakiran, mengaku sengaja mengambil air dari wilayah Pracimantoro untuk droping di wilayah Kecamatan Rongkop, sementara untuk Girisubo menggunakan air dari sekitar Pelabuhan Sadeng.

"Kami ambil dari Pracimantoro relatif lebih mudah dan dekat, kalau dari sini (Rongkop) sekitar 10 kilometer," ucapnya.

Dia mengaku, sumber air di wilayah Rongkop memang tak banyak sehingga dia memilih mencari keluar provinsi.

"Di sana ada sumur bor dan airnya cukup banyak," imbuh dia.

Tidak adanya akses air PDAM membuat warga Desa Melikan, Kecamatan Rongkop, bergantung pada air hujan yang ditampung di telaga dan bak penampungan air hujan (PAH) milik warga selama bertahun-tahun.

Namun karena musim kemarau mulai melanda, cadangan air hujan tersebut sudah mulai habis. Tak ada pilihan lain, warga terpaksa membeli air dari tangki swasta untuk tetap memenuhi kebutuhan air.

Bantuan droping air dari pemerintah daerah setempat juga dirasa masih kurang dan tidak mencukupi kebutuhan warga. Untuk tetap mendapat pasokan air, tidak jarang warga terpaksa menjual berbagai hewan ternak hingga kayu untuk sekedar membeli air.

Salah satunya dialami Mujiono, warta RT 01 RW 6 di Dusun Ngricik. Sejak musim kemarau tiba, dia dan keluarganya sudah 3 kali membeli air dari tangki swasta dengan harga mencapai Rp 120.000 per tangki berisi 5.000 liter yang hanya bisa digunakan 3 minggu hingga 1 bulan saja.

"Membeli air untuk berbagai keperluan seperti konsumsi, mandi. mencuci hingga minum ternak," katanya.

Layaknya warga lain di dusunnya, ayah dua anak ini mengaku terpaksa menjual berbagai barang yang menjadi tabungan saat musim kemarau tiba, di antaranya kayu dan hewan ternak kambing dan ayam untuk sekedar membeli air.

Menjual hewan ternak dan hasil panen untuk membeli air sudah menjadi kebiasaan warga setempat karena memang tidak ada pilihan lain untuk mendapat pasokan air bersih yang layak dan hewan ternak merupakan satu-satunya pilihan karena mudah diuangkan.

"Ya apa saja yang dimiliki jika tidak punya uang," ucapnya.

 

Kompas TV Musim Kemarau Tiba. Warga Konsumsi Air Keruh dari Sawah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com