Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Warga TTS Perlakukan Buaya yang Mati dengan Istimewa?

Kompas.com - 29/06/2017, 10:39 WIB
Sigiranus Marutho Bere

Penulis

SOE, KOMPAS.com - Buaya sepanjang lima meter yang mati di Taman Bu'at, Kelurahan Karang Siri, Kecamatan Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, yang mati karena jatuh ke sumur disebut sebagai ikon di wilayah TTS.

Oleh karena itu, menurut Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Army Konay, warga sangat kehilangan buaya tersebut.

"Buaya ini juga menjadi ikon Kabupaten TTS dan juga menjadi obyek wisata ketika pengunjung termasuk turis asing datang dan berkunjung ke Taman wisata Bu'at. Buaya ini pun tidak sembarang menyerang warga meski didekati," kata Army kepada Kompas.com, Kamis (29/6/2017) pagi.

Buaya ini pun satu satunya reptil liar yang setiap saat bisa dilihat oleh warga setempat. Apalagi lokasi tempat buaya itu tinggal, berada di ketinggian kurang lebih 900 meter di atas permukaan laut.

Selama ini, buaya itu pun dikasih makan oleh masyarakat setempat. Keberadaan buaya itu pun lanjut Army, juga memiliki filosofi dan sejarah karena buaya itu tidak datang sendiri ke Taman Bu'at, tetapi diserahkan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.

"Buaya itu diserahkan langsung secara adat oleh Bupati TTS Piet A Talo pada tahun 1992 silam. Saat diserahkan usia buaya sekitar enam bulan dengan panjang kurang lebih 30 sampai 40 sentimeter. Jadi pada saat dia mati saat ini, selayaknya diperlakukan secara adat pula," ungkap Army.

(Baca juga: Buaya Mati, Bangkainya Diselimuti Kain Adat dan Dijaga Warga hingga Begadang)

Army yang memfasilitasi proses penguburan buaya itu mengaku, kematian buaya itu pun mengundang banyak orang yang datang secara spontanitas untuk melihat langsung jasad buaya itu.

"Buaya ini persis seperti pembesar yang meninggal. Banyak orang dari berbagai tempat datang ke sini," tuturnya.

Army juga menyesalkan sikap pemerintah daerah setempat yang kurang tanggap dan tidak pernah merasa memiliki buaya itu. Ia pun berharap, agar pemerintah setempat bisa peduli terhadap keberadaan hewan yang dilindungi apalagi punya filosofi dan sejarah tersendiri.

Sebelumnya diberitakan, buaya itu ditemukan mati di dalam sumur warga sedalam kurang lebih satu meter, Selasa (27/6/2017).

"Kemarin dia mau kejar seekor anjing untuk dimakan. Namun, pada saat hendak terkam, anjing itu menghindar sehingga buaya itu jatuh ke sumur dan langsung mati," kata Alexander Un warga Kelurahan Karang Sirih, Rabu (28/6/2017) malam.

"Buaya tersebut selama ini tinggal di kolam yang jaraknya sekitar tiga meter dari sumur," lanjut dia.

Alexander mengatakan, sumur tersebut adalah milik warga yang bernama Anone. Sumur itu sering digunakan Anone untuk menyiram sayur dan tanaman lainnya.

Menurut Alexander, masyarakat setempat bersama tetua adat merasa kehilangan dengan matinya buaya itu sehingga berdasarkan kesepakatan yang melibatkan Anggota DPRD NTT Army Konay dan perwakilan pemerintah setempat, penguburan akan dilakukan seperti pemakaman manusia. 

Masyarakat setempat, lanjut dia, menganggap dan mempercayai buaya itu sebagai raja air sehingga diperlakukan dengan penghormatan secara adat.

"Anggota DPRD Provinsi NTT Army Konay menyumbang kain sebagai lambang kehilangan raja air yang dikenal selama ini hidup di kolam buaya," ucap Alexander.

Alexander menjelaskan, prosesi penguburan secara adat akan dilakukan Kamis besok, sekitar pukul 09.00 Wita.

"Buaya itu sudah dipakaikan kain adat dan dimasukkan ke dalam liang sedalam satu meter. Malam ini banyak orang yang berjaga di sekitar lokasi kuburan di sekitaran kolam tempat buaya itu berada saat masih hidup," tutur Alexander.

 

Kompas TV Seperti apa kronologi penangkapan buaya oleh warga Joglo, bapak Raswin?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com