Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Anggota Basarnas yang Berusaha Tegar Lihat Jasad Korban Bencana

Kompas.com - 26/04/2017, 09:05 WIB
Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Menjadi penyelamat di Badan SAR Nasional (Basarnas) sangat dituntut untuk memiliki mental baja.

Pasalnya, tugas berat menembus berbagai medan sulit demi mencari korban kecelakaan pesawat ataupun bencana alam dipastikan mampu menjatuhkan mental seorang. Apalagi orang biasa yang tak dibekali latihan khusus. 

Baca juga: Basarnas Latih Wartawan soal "Water Rescue"

Belum lagi jika bertemu dengan korban tewas yang terkadang kondisi tubuhnya sudah tidak bisa dikenali lagi.

Ketegaran hati seorang anggota Basarnas pun bisa rontok hingga meneteskan air mata. 

"Sedih pasti ada. Tapi kami masih bisa mengatur emosi jiwa kami karena mental kami sudah terbantuk. Kalau menangis pasti pernah tapi tidak di depan orang," kata Muhammad Andika (27), salah seorang anggota Basarnas kepada Kompas.com, Selasa (25/4/2017).

Menurut Andika, selain kondisi jenazah korban yang sudah tidak sempurna lagi, kesedihan muncul juga karena tangisan keluarga korban.

"Bisa menangis pada saat keluarga ditinggalkan melihat kondisi jenazah setelah ditemukan. Sebagai tim SAR pasti ada rasa bangga. Tapi ada rasa sedih karena korban ditemukan meninggal dunia. Saat ketemu keluarga dan dikembalikan ke rumah duka pasti ada perasaan sedih," katanya.

Sejak tahun 2010, Andika digembleng mental dan pengalamannya di lapangan. Dia sudah paham betul bagaimana prosedur menangani jenazah. Meski sudah terlatih, namun rasa kaget dan sedih pun masih kerap dialaminya.

Korban-korban yang ditemukan olehnya selalu dijadikan bahan introspeksi agar lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan keluarga. 

"Jelas ini menjadi bahan introspeksi kita, meingingatkan ke keluarga kita bahwa musibah itu bisa terjadi kapan dan dimana saja. Maka kita harus berbenah diri dekatkan diri dengan Allah. Selalu berdoa pertama kali tugas karena penentu kuasanya adalah Allah," ucapnya.

Anggota Basarnas lainnya, Rahmat Hidayat (24), mengungkapkan hal serupa. Jenazah korban pesawat jatuh ataupun korban bencana alam membuatnya lebih ikhlas dalam menolong orang.

"Kalau saya pribadi lebih introspeksi diri, mungkin saya sekarang bisa bantu orang. Apakah saya nanti kecelakaan orang bisa bantu saya? Saya tidak tahu. Jadi apa yang bisa saya lakukan, apa yang saya berikan buat orang lain akan saya berikan karena saya yakin pertolongan pasti ada," katanya.

Baca juga: Libur Panjang, Petugas Basarnas Siaga dari Brexit hingga Pantura

Pengalaman dan banyaknya jam terbang di lapangan membuat Rahmat mampu mengatasi rasa takut dan kengeriannya saat melihat mayat. Dulu, kata dia, saat pertama kali melihat mayat korban pesawat jatuh dan korbana bencana alam yang rata-rata sudah tidak sempurna lagi, Rahmat sering kali merasa takut untuk memegang.

"Adaptasinya sampai satu bulan. Pasti pertama kali menemukan korban pasti gugup dengaan baunya, dan yang penting setiap kali bertemu dengan korban pastikan kita menggunakan alat pelindung diri (APD) karena cairan apapun yang keluar dari korban itu bahaya. Kalau pertama pasti gugup tapi semua proses harus dijalanani sesuai apa yang diajarkan Basarnas," tandasnya.

Kompas TV Basarnas Kembali Temukan Korban Perahu Terbalik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com