Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Pariwisata di Pantai Kuta

Kompas.com - 21/12/2016, 18:23 WIB

DENPASAR, KOMPAS — Sampah yang berserakan di Pantai Kuta dengan volume rata-rata 75 ton per hari sejak awal Desember merupakan bencana bagi pariwisata di Bali. Bahkan, bencana ini terjadi setiap tahun sejak beberapa tahun lalu, tetapi jarang diantisipasi.

Untuk itu, pemerintah diminta lebih serius menangani masalah ini. Apalagi sampah itu bakal masih terjadi hingga awal tahun 2017.

"Kami sangat prihatin melihat Pantai Kuta yang dipenuuhi sampah yang terbawa arus laut. Memang tidak bisa asal menuduh pihak-pihak yang berkontribusi. Namun, perlu dilakukan antisipasi jauh hari dengan mempelajari asal usul sampah, arus laut, dan lainnya sehingga volume sampah yang mengalir ke Pantai Kuta bisa dikendalikan, termasuk menggalakkan gerakan peduli sampah," kata Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali Catur Yudha Hariani di Denpasar, Selasa (20/12).

Ditegaskan, pemerintah masih bisa menelusuri asal sampah dengan memetakan aliran sungai yang langsung mengalir ke Samudra Hindia. Namun, itu tetap butuh komitmen, biaya, dan kerja sama antarprovinsi.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika tetap menyatakan sulit mengatasi bencana sampah ini. "Sulit. Yang bisa dilakukan pemerintah, ya, membersihkannya setiap hari. Saya percaya Pemerintah Kabupaten Badung bisa mengatasinya. Ini bagian dari alam dan siapa yang bisa memprediksi alam," kata Pastika.

Panjang Pantai Kuta sekitar 12 kilometer. Kini, di pantai itu sampah berserakan. Ini mengganggu wisatawan yang sedang berlibur. "Kami sangat terganggu karena tak bisa menikmati Pantai Kuta akibat banyaknya sampah," ujar Yogi, wisatawan dari Jakarta.

Sampah juga berserakan di sejumlah pantai di Lampung Selatan. Dalam sehari terkumpul sekitar 400 kilogram di kawasan itu. "Total panjang garis pantai yang kami kelola dari Pantai Bagus, Pantai Embe, dan Pantai Grand Elty Krakatoa sejauh 4 kilometer. Dalam sehari kami bisa mengumpulkan sampah 400 kilogram," kata House Keeper Hotel and Cottage Grand Elty Krakatoa Oyot Setiawan (42).

Oyot mengatakan, dari 400 kg sampah yang dikumpulkan, 40 persen merupakan sampah plastik dan 60 persen berupa sampah kayu dan terumbu karang yang mati. Fenomena ini terjadi setiap tahun. Biasanya terjadi mulai November hingga Februari, saat itu arus air laut dan ombak mengarah dari selatan ke utara.

Sebagai kawasan pariwisata, tumpukan sampah di pesisir pantai menjadi masalah besar. Tak jarang pengunjung pantai atau tamu Hotel Grand Elty mengeluhkan banyaknya sampah di pesisir.

"Untuk mengantisipasi tumpukan sampah, kami harus menambah jumlah petugas yang membersihkan pesisir pantai. Jika biasanya dalam 1 km hanya ada satu petugas, selama musim sampah kami harus menambah hingga empat orang petugas pemungut sampah setiap 1 km," tuturnya.

Kondisi lebih parah terjadi di Pantai Sukaraja, Bandar Lampung. Pantai yang biasanya digunakan para nelayan payang pinggir untuk menjaring ikan seluruhnya tertutup sampah. Itu bahkan sudah berlangsung lebih dari 10 tahun.

"Sampah di pantai ini tidak pernah diangkut. Tumpukan sampah bahkan sudah menjadi daratan yang padat. Jika pantai memiliki pasir sebagai pembatas antara daratan dan lautan, di Sukaraja batasnya justru tumpukan sampah," tutur Zaelani (36), nelayan payang.

Pencemaran Teluk Ambon, Maluku, juga kian tak terkendali akibat penanganan sampah yang buruk dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan. Sejumlah titik di pesisir teluk seluas 28.292,89 hektar itu penuh sampah plastik.

Pantauan Kompas pada Selasa (20/12), sampah berupa botol plastik kemasan air minum menumpuk di pesisir Pantai Losari, Pantai Pasar Mardika, dan Pantai Pasar Batumerah. Sampah itu diduga dibuang langsung ke laut oleh pedagang dan warga yang melintasi di tiga lokasi tersebut. "Masalahnya adalah tidak ada tempat sampah dan masyarakat juga tidak punya kesadaran. Teluk Ambon semakin parah," kata Nurdin (50), pedagang keliling yang berjualan di tiga lokasi itu sejak tahun 1990-an.

Sampah sekitar Pantai Losari umumnya dibuang pedagang makanan yang berjualan pada malam hari. Adapun sampah di Pasar Mardika dan Pasar Batumerah dibuang pada siang hari. Lokasi pasar itu merupakan muara sungai sehingga sampah yang dibuang warga ke sungai terbawa ke pesisir itu. (AYS/GER/FRN)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Desember 2016, di halaman 22 dengan judul "Bencana Pariwisata di Pantai Kuta".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com