Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paspor Dibuat di Meranti, TKI Ilegal Masuk ke Malaysia sebagai Wisatawan

Kompas.com - 10/11/2016, 07:00 WIB

BATAM, KOMPAS — Dokumen untuk calon pekerja migran ilegal Indonesia bisa diperoleh di wilayah Kepulauan Meranti, Riau. Dokumen yang digunakan asli, tetapi datanya dipalsukan. Sindikat pengirim pekerja migran ilegal sudah mempunyai jaringan di Kepulauan Meranti.

Hal itu diakui Petrus Payong (40) yang ditangkap penyidik Polda Kepulauan Riau karena diduga terlibat sindikat pengiriman pekerja migran Indonesia secara ilegal. Petrus kini ditahan di Batam, Kepulauan Riau.

"Namanya (Petrus) disebut salah satu korban," ujar Kepala Polda Kepulauan Riau Brigadir Jenderal (Pol) Sam Budigusdian, Selasa (8/11/2016), di Batam.

Kepada penyidik, Petrus mengakui mengurus paspor untuk Dominika Sasi (22) di Kantor Imigrasi Kepulauan Meranti. Meranti adalah salah satu kabupaten di pesisir timur Riau.

Petrus juga mengurus keberangkatan dan kepulangan Dominika dari Malaysia. Kapal yang ditumpangi Dominika bersama 92 pekerja migran ilegal asal Indonesia lainnya karam di pesisir timur Batam, Rabu (2/11).

Sam menyatakan, penyidik akan meminta keterangan dari Direktorat Jenderal Imigrasi terkait pengakuan Petrus. Namun, belum disebut kapan petugas dari Kantor Imigrasi Kepulauan Meranti akan dimintai keterangan.

Seorang calo pekerja migran berinisial Stf yang ditemui Kompas di Batam mengakui, Meranti merupakan salah satu tempat membuat paspor untuk calon pekerja migran ilegal. "Diurus sembarangan saja. Dokumen asli semua, tetapi datanya palsu. Pokoknya bisa berangkat," ujarnya.

Selain di Meranti, paspor juga bisa dibuat di Tanjung Jabung, Jambi. Meranti dan Tanjung Jabung dipilih karena tidak ketat dan tidak ramai. Sindikat pekerja migran itu juga sudah mempunyai kenalan di kantor-kantor imigrasi tersebut.

Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Heru Santoso mengatakan, pihaknya belum mendapat laporan dari penyidik. Ditjen Imigrasi siap berkoordinasi dan menindaklanjuti apabila ada permintaan resmi dari penyidik.

Masuk secara legal

Setelah mempunyai paspor, calon pekerja masuk ke Malaysia secara resmi menggunakan visa kunjungan wisata. Namun, visa itu hanya berlaku 30 hari dan pemegangnya tak boleh bekerja.

Para pekerja itu tidak hanya melanggar aturan keimigrasian di Malaysia, tetapi juga tidak mempunyai kontrak kerja dan kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN). Mereka yang masih di bawah umur dan tidak mempunyai dokumen kependudukan tidak bisa memperoleh kontrak kerja dan KTLKLN itu.

Untuk negara-negara tertentu, ada pula syarat terkait agama dan suku. Namun, karena ingin bekerja di luar negeri, kata Stf, banyak pekerja migran Indonesia akhirnya berangkat dengan dokumen berisi data palsu. Selain umur, nama dan tempat asal mereka kerap dipalsukan.

Di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Sekretaris Umum Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Hermono mengatakan, Pemerintah RI melakukan negosiasi dengan Pemerintah Malaysia untuk tidak memberlakukan biaya tambahan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI). Adanya komponen biaya tambahan itu memberatkan karena harus ditanggung para TKI.

"Pemerintah Malaysia memberlakukan kebijakan penambahan biaya visa, cek kesehatan, dan ISC (immigration security clearance fingerprint). Hal ini memberatkan TKI juga PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) yang harus menalangi dulu biaya tambahan itu," ujar Hermono.

Pemerintah RI membuat nota kesepahaman dengan Pemerintah Malaysia pada 18 November di Bogor, Jawa Barat. "Satu poin yang kita perjuangkan adalah, untuk pekerja rumah tangga, semua biaya harus dibebankan kepada majikan dan ini harus dituangkan dalam satu kesepakatan (tertulis)," katanya.

Sementara itu, juri di pengadilan Admiralty, Hongkong, memutuskan mantan bankir bernama Rurik Jutting bersalah karena membunuh pekerja migran asal Indonesia, Seneng Mujiasih dan Sumarti Ningsih. Jutting membunuh Seneng dan Sumarti di apartemennya pada 2014.

"Sesuai tuntutan jaksa, Jutting berpotensi akan dijatuhi hukuman seumur hidup tanpa peluang bebas bersyarat," kata Presiden Asosiasi Migran Internasional Eni Lestari. (RAZ/RUL)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 November 2016, di halaman 22 dengan judul "Paspor Dibuat di Meranti".

(Baca juga: Suparlan Jadi TKI demi Kuliahkan Putrinya, Kini Hilang setelah Kapal Tenggelam)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com