Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Perempuan Indonesia Temukan 9 Pelayanan Buruk JKN

Kompas.com - 21/10/2016, 05:57 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) wilayah Bengkulu menemukan sembilan persoalan tentang implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di daerah itu.

Persoalan tersebut terungkap dari hasil penelitian di 6 kabupaten dan kota se-Povinsi Bengkulu yang dilakukan pada Maret hingga April 2016 lalu.

Adapun sembilan persoalan itu yakni, obat yang diberikan kepada peserta JKN selalu sama untuk semua jenis penyakit dan tidak manjur.

Fasilitas kelas rawat inap yang selalu penuh pada fasilitas tingkat lanjut. Informasi layanan tidak jelas karena kurangnya sosialisasi.

Selanjutnya ditemukan pula banyaknya biaya tambahan yang harus dikeluarkan pasien peserta JKN.

Jumlah tenaga medis (dokter) yang tidak merata di fasilitas tingkat I. Adanya kewajiban iuran setiap bulan bagi peserta JKN.

Belum adanya petunjuk teknis atau peraturan daerah (Perda) di kabupaten tentang dasar hukum penggunaan dana JKN sebesar 25 persen untuk pembelian obat-obatan.

Selain itu, prosedur layananan yang ribet dan tidak dipahami oleh masyarakat. Sistem pendataan yang tidak jelas dan kurang mengenai sasaran. Dinas sosial kabupaten tidak memiliki data yang akurat dan baku untuk warga miskin.

Baca juga: Apa Perbedaan KIS, KJS, JKN, dan BPJS Kesehatan?

Presidum KPI wilyah Bengkulu, Juminarti menjelaskan, dari hasil temuan penelitian KPI tersebut menggambarkan belum terpenuhinya layanan kesehatan untuk masyarakat dan peserta JKN diperlakukan diskriminatif dalam pelayanan kesehatan.

Selain itu, program tersebut masih minim pengawasan dan evaluasi dari pemerintah.

“Adanya temuan KPI tersebut mencerminkan belum maksimalnya monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan sosial kepada masyarakat,” ucap Juminarti saat melakukan audiensi dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Provinsi Bengkulu, Rabu (19/10/2016).

JKN sendiri telah dilaksanakan sejak tahun 2014. Namun, menurut Jumiarti, masih ditemukan pelayanan kesehatan yang buruk kepada masyarakat.

Berdasarkan situasi tersebut, KPI wilayah Bengkulu merasa perlu duduk bersama dengan berbagai pihak terkait untuk membahas implementasi JKN ini.

“Tujuan kita agar usulan KPI untuk perbaikan mekanisme pelayanan JKN diakomodir, sehingga pemerintah dapat melibatkan masyarakat untuk melakukan monitoring dan evaluasi," ungkapnya.

Baca juga: Lagi, Pasien JKN Tidak Tertangani Maksimal

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindunagn Anak (BP3A) Provinsi Bengkulu, Diah Irianti menegaskan, pihaknya sangat mendukung apa yang dilakukan oleh KPI. Apalagi KPI merupakan mitra bagi instansinya dalam pengawasan dan pemberdayaan kaum perempuan.

“Kami akan mensuport penelitian yang dilakukan oleh KPI dan akan mem-back up langkah KPI selanjutnya," ujar Diah.

Guna menampung pengaduan masyarakat atas buruknya layanan kesehatan yang mereka terima, KPI Bengkulu membangun Balai Perempuan di pedesaan. Selain melakukan advokasi atau pendampingan, balai ini juga sebagai pusat informasi dan pengaduan penyimpangan implementasi program JKN di desa.

“Data yang terkumpul di Balai Perempuan itu menjadi bukti untuk melakukan advokasi di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi," kata Juminarti.

Langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh pihak KPI, tambah Jumiarti, adalah dengan mengunjungi BPJS Provinsi Bengkulu. Lalu menggelar rapat kerja nasional bersama KPI pusat dan melakukan audiensi dengan kementerian terkait dan Presiden RI Joko Widodo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com