Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Toleransi Mengalun di Desa Balun

Kompas.com - 28/06/2016, 08:30 WIB

KOMPAS - Masjid, gereja, dan pura berdiri berdekatan di Desa Balun, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Umatnya pun hidup berdampingan dalam suasana damai. Toleransi telah menjadi kesadaran setiap umat. Salah satunya saat bulan Ramadhan, hal itu jelas terlihat.

Suara beduk bertalu-talu, azan Maghrib di Masjid Miftahul Huda, Balun, berkumandang, Minggu (19/6/2016). Umat Islam pun mulai menjalankan ritualnya, shalat magrib.

Tidak lama setelah mereka usai, dentang lonceng terdengar sayup-sayup dari Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Balun. Giliran umat Kristen di Balun yang menjalankan ibadahnya.

Bersamaan dengan itu, umat Hindu di Balun juga menunaikan kewajibannya, sembahyang purnama di Pura Sweta Maha Suci. Sembahyang yang menjadi ritual rutin saat bulan purnama itu berakhir sebelum umat Islam menunaikan shalat tarawih.

Ritual ini seharusnya digelar malam hari. Namun, umat Hindu sadar betul, setiap malam hari saat bulan Ramadhan, umat Islam harus menjalankan shalat Tarawih. Dari kesadaran itu, umat Hindu di Balun tanpa berat hati mengubah jadwal ritualnya agar umat Islam bisa khusyuk menjalankan Tarawih.

"Kami beribadah menyesuaikan kondisi di tempat kami berada. Waktunya pun fleksibel. Jadi tidak masalah jika kami tidak menggelar sembahyang purnama malam hari," tutur Mangku Pura Sweta Maha Suci Ngaridjo.

Tak hanya umat Hindu, umat Kristen pun menyesuaikan jadwal ibadahnya dengan waktu azan Maghrib. Lonceng sebagai tanda dimulainya ibadah Minggu baru dibunyikan saat azan Maghrib usai dikumandangkan.

Jadilah suara beduk dan azan, dentang lonceng, dan suara umat Hindu mengucapkan doa-doanya terdengar bak melodi lagu yang indah. Masing-masing bergantian, tidak berlomba adu cepat.

Harmoni antarumat beragama ini tak hanya terlihat saat Ramadhan. Pada kesempatan lain, ketika umat Hindu memperingati Nyepi, misalnya, umat Islam di Balun rela mematikan lampu di masjid agar cahayanya tidak menerangi pura.

Tahun 2012, saat Nyepi jatuh pada hari Jumat, umat Islam bahkan rela mendengarkan khotbah Jumat hanya melalui pengeras suara kecil di dalam masjid. Mereka sengaja tidak membunyikan pengeras suara di menara masjid untuk menghormati warga lain yang Nyepi.

"Tidak ada permintaan khusus dari umat Hindu soal itu. Semua muncul begitu saja. Hal itu sudah menjadi bagian dari kesadaran hidup bersama," ujar takmir Masjid Miftahul Huda, Suwito (51).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com