Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusulan Raja Siantar Menjadi Pahlawan Nasional Butuh Lobi Politik

Kompas.com - 18/05/2016, 05:35 WIB
Kontributor Pematangsiantar, Tigor Munthe

Penulis

PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com - Pengusulan Raja Siantar, Sang Naualuh Damanik menjadi pahlawan nasional membutuhkan lobi politik meski seluruh dokumen dan persyaratan teknis yang ada dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, sudah dipenuhi.

Lobi politik dilakukan guna meyakinkan pemerintah pusat, dalam hal ini panitia di Sekretariat Negara, agar usulan bisa lolos.

Karena harus dimaklumi juga bahwa tim seleksi menerima banyak usulan serupa dari seluruh Indonesia yang harus mereka verifikasi.  

Demikian mengemuka dalam Forum Group Diskusi (FGD) Pengusulan Raja Sang Naualuh Damanik sebagai Pahlawan Nasional bertempat di Rumah Dinas Wali Kota, Jalan MH Sitorus, Pematangsiantar, Selasa (17/5/2016) sore.

Diskusi dipandu Eron Litno Damanik, yang juga dosen Universitas Medan. Hadir sebagai narasumber utama Pdt Dr JR Hutauruk, Ephorus Emiritus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang juga ahli sejarah gereja alumni Jerman dan Dr Suprayitno, Ketua Prodi Magister Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara.  

Kedua narasumber memaparkan sekilas fakta-fakta tentang aktivitas Sang Naualuh saat Belanda menguasai wilayah Kerajaan Siantar. Keduanya sepakat bahwa Sang Naualuh sangat layak diusulkan sebagai pahlawan nasional.

Berdasarkan referensi yang digali dari dokumen-dokumen dan buku laporan badan gereja di Jerman saat penyebaran injil di Simalungun, menurut Hutauruk, mereka mengakui Sang Naualuh sebagai raja.

“Sang Naualuh yang mengalami penjara seumur hidup wajar disebut pahlawan nasional,”katanya.      

Dalam kegiatan yang digagas Asosiasi Clan Damanik (ACD) ini, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Parlindungan Purba menegaskan pihaknya sangat mengapresiasi pengusulan Sang Naualuh sebagai pahlawan nasional.

“Saya akan menggalang teman-teman di DPD dan DPR-RI asal Sumatera Utara untuk memberikan dukungan atas usulan ini,” katanya.

Pendapat ini juga dikuatkan Dr Suprayitno, yang menambahkan perlunya ada hal-hal baru yang menjadi kelengkapan sebagai revisi pengusulan berikutnya, karena usulan pertama belum berhasil.

Apalagi, pengusulan gelar kepahlawanan hanya boleh diusulkan sebanyak dua kali ke pemerintah pusat.

“Dan itu pun tidak boleh ada pihak yang mengkomplain dokumen pengusulannya. Untuk itu, sangat dibutuhkan juga dukungan masyarakat dan tidak ada yang protes,” katanya.    

Ketua ACD, Prof Dr Ibnu Hajar Damanik mengharapkan dukungan semua pihak agar pengusulan tersebut bisa secepatnya terealisasi. Saat dialog dengan peserta yang dihadiri sejumlah pejabat teras Pemkot Pematangsiantar serta tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pematangsiantar menggugah Tim Kerja agar menjelaskan lebih rinci, dukungan apa lagi yang dibutuhkan untuk kelengkapan berkas.

Penjabat Wali Kota Jumsadi Damanik mengingatkan agar seluruh masyarakat Pematangsiantar maupun Simalungun menjadikan lebih dulu Sang Naualuh sebagai pahlawan daerah.

Dengan begitu, Tim Seleksi dari Jakarta bisa memberikan penilaian positif dan objektif berdasarkan fakta-fakta yang ada serta penghormatan yang diberikan masyarakat.

“Jika mereka melihat monumen Sang Naualuh sudah berdiri, bekas istananya sudah kita lestarikan sebagai kawasan heritage, ada yayasan yang mengurusi pengelolaannya serta menobatkan cicit Sang Naualuh sebagai Raja Siantar XV, saya kira mereka juga akan mikir dan bersedia meloloskannya,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com