Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepenggal Kisah TKI dari Balik Shelter KJRI di Kuching (4)

Kompas.com - 22/04/2016, 07:07 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

KUCHING, KOMPAS.com - Sosok wanita paruh baya asal Tulungagung, Jawa Timur itu terlihat bersahaja. Kumaya namanya. Sebelas tahun terakhir, dia menjadi ibu asrama, sebutan lain dari shelter, yang menampung para tenaga kerja asal Indonesia yang bermasalah di Kuching, Sarawak, Malaysia.

Hari mulai gelap ketika Kompas.com tiba di shelter yang terletak di kawasan Batu Tiga, Kuching, Sabtu (9/4/2016) lalu. Kumaya terlihat berlari kecil dari balik pagar, bergegas membukakan gembok yang masih terkunci.

Sejurus kemudian, wanita berusia 55 tahun ini mempersilakan untuk masuk ke dalam, dan segera menunjukkan kamar yang akan digunakan untuk menginap.

“Silakan masuk, selamat datang di Kuching mas,” kata Kumaya dengan ramah.

Setelah memperkenalkan diri dan mempersilakan masuk, Kumaya kemudian mengumpulkan sepuluh penghuni penampungan yang saat itu sedang mengalami masalah yang beragam. Satu per satu Kumaya memperkenalkan mereka.

Para TKI yang menghuni shelter tersebut, masing-masing memiliki masalah yang berbeda. Namun, secara keseluruhan, masalah yang dihadapi hampir seragam, mulai dari ditipu agen, disiksa majikan,hingga permasalahan gaji yang tidak dibayar.

“Mereka datang ke sini karena punya masalah dan butuh pertolongan. Sementara masalah mereka sedang dalam proses, mereka ditampung di sini sampai urusan selesai dan menunggu deportasi,” kata Kumaya.

Selama sebelas tahun, beragam tingkah polah para TKI yang masuk dan keluar silih berganti sudah pernah dihadapi Kumaya. Seperti sudah kebal, Kumaya dengan tegas namun tetap bersahaja menghadapi mereka.

Dengan sabar, Kumaya tak segan mengajari mereka sesuai dengan keahlian yang dimilikinya, salah satunya memasak masakan khas Indonesia. Bahkan, tak jarang, Kumaya dipanggil dengan sebutan ‘Mak Lampir’ karena ketegasannya mengkondisikan supaya para TKI ini bisa tertib selama berada di penampungan.

“Saya orangnya memang cerewet, dan itu semata-mata demi kebaikan penghuni,” katanya.

Seperti asrama pada umumnya, shelter KJRI juga memiliki tata tertib yang harus dipatuhi oleh penghuni selama berada disana. Beragam tata tertib tersebut, berusaha ditegakkan Kumaya dengan caranya sendiri.

Selama berada di penampungan, TKI tidak diperkenankan untuk merokok, menggunakan telepon seluler, dan beberapa aturan lain. Bagi yang merasa tidak betah tinggal didalam, dipersilahkan untuk meninggalkan tempat itu. Dengan catatan, apabila kembali menghadapi masalah di luar, menjadi tanggung jawab sendiri dan segala permasalahannya tidak diurus. Hal tersebut dimaksudkan, supaya mereka yang bermasalah merasakan efek jera, dan tidak selalu mengandalkan konsulat.

“Apabila diketahui pernah melarikan diri atau dipulangkan dari shelter maka tidak akan diterima kembali masuk shelter dan tidak akan diuruskan permasalahannya. Ini sudah menjadi komitmen Konsulat. Bukan berarti Konsulat tidak mau menolong, tetapi kita tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Mereka yang sudah kita tolong kalau bermasalah lagi, artinya pertolongan kita percuma dan mereka sengaja mengulangi,” tegas Kumaya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com