Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjadi "Teller" di Warung Kopi

Kompas.com - 06/04/2016, 11:56 WIB

KOMPAS.com - Mulanya mereka hanya berjualan kopi, membuka warung internet, game online, atau sekadar menjual pulsa telepon seluler. Namun, beberapa bulan terakhir mereka malah memiliki kesibukan baru, yakni menjembatani para nasabah yang enggan pergi ke bank. Mereka menjadi agen Laku Pandai.

Jarum jam menunjukkan pukul 10.15, Rabu (23/3), saat Susanti (38) sibuk melayani permintaan mengetik berkas susunan panitia pembangunan masjid menggunakan komputer di warung internet kecil miliknya yang menyatu dengan warung kopi dan tempat menjahit pakaian. Sementara di teras warung yang memakan trotoar, beberapa tukang ojek menunggu penumpang sambil menikmati kopi dan bermain kartu domino.

Kesibukan Susanti tiba-tiba terganggu ketika seorang lelaki setengah baya datang. Ternyata dia salah satu nasabah yang ingin mencairkan uangnya Rp 150.000 untuk membeli pulsa. Susanti pun cekatan melayani kliennya. Jemarinya yang semula "menari" di atas papan tik komputer seketika berpindah ke atas telepon pintar. Sejurus kemudian, tiga lembar uang pecahan Rp 50.000 keluar dari dompet dan diserahkan kepada sang nasabah.

Begitulah aktivitas keseharian Susanti yang sejak Oktober 2015 menjadi agen Laku Pandai Bank BTPN. Rabu pagi itu, belum setengah hari dia sudah melayani 11 transaksi. Dari jumlah tersebut, sembilan transaksi dalam wujud setoran (penyimpanan) dan sisanya penarikan. Besar setoran bervariasi, dari Rp 10.000 hingga Rp 20.000 per orang.

Ditemani Android berlayar 5 inci, Susanti mengoperasikan itu semua dari warungnya yang berada di Jalan Diponegoro, tidak jauh dari Pasar Lawang, di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tidak ada yang istimewa di tempat itu, di ruang dalam warung terdapat 6 unit komputer bekas. Ada pula 1 unit mesin jahit dan 1 mesin obras. "Sekarang saya biasa dipanggil Bu Teller atau Bu Agen sama orang-orang sini. Alasannya, ya, karena saya sering membantu mereka menabung. Melayani mereka, sama seperti teller di bank," tuturnya sambil tertawa kecil.

Pada hari biasa ibu tiga anak ini menerima 20-30 transaksi. Jumlah ini sedikit berkurang dibandingkan pada masa awal menjadi agen Laku Pandai (branchless banking). Februari lalu pernah terjadi 42 transaksi dalam sehari. Adapun pada Januari hingga 23 Maret 2016 ada 923 transaksi. Susanti masih menyimpan semua dokumen transaksi di dalam telepon genggamnya.

Kini, jumlah nasabah Susanti mencapai 221 orang (kalau ditambah nasabah komunitas, lebih dari 250 orang). Mereka bukan hanya pedagang, melainkan juga tentara, polisi, guru, mahasiswa, tukang ojek, dan ibu rumah tangga. Waktu setor atau penarikan tidak dibatasi. Tengah malam atau dini hari, Susanti siap melayani karena warung kopinya buka 24 jam.

"Kadang ada orang minum kopi pukul 01.00. Ia membawa uang Rp 20.000. Setelah dipakai bayar kopi dan makanan kecil Rp 5.000, sisanya Rp 15.000 disetorkan untuk tabungan. Kalau sudah begitu, ya, saya terima meski sebelumnya saya sudah tidur dan dibangunkan mereka. Ada juga nasabah yang menarik tunai Rp 600.000 pada pukul 23.00, ya, saya layani," ucapnya.

Keterlibatan Susanti menjadi agen Laku Pandai berawal saat ada sales marketing salah satu bank datang dan mencari informasi tentang warung yang menjadi sumber ekonomi keluarga. Setelah bertanya dan mendapatkan keterangan banyak hal tentang kelebihan dan kekurangan program ini, pada Oktober 2015 Susanti mendaftar sebagai agen. Namun, sebelum itu, ia harus mengecek ke sana kemari untuk memastikan benar-tidaknya program tersebut.

Menjadi seorang agen Laku Pandai juga dilakukan Rusdi (31), pemilik Kafe Oby Chim yang berada di pinggir jalan, di Desa Watugede, Kecamatan Singosari. Di kafe berukuran 5 meter x 8 meter inilah Rusdi biasa melayani nasabahnya. Ada lima meja lesehan di tempat semipermanen yang menempati sudut kiri halaman rumahnya itu. Adapun ruang tamu rumah dipakai usaha game online.

Tak mau ribet

Nasabah Rusdi saat ini sekitar 75 orang. Mereka berasal dari warga yang merasa kikuk jika harus pergi ke bank untuk menyimpan dana yang tak terlalu besar. "Sebagian dari mereka menabung untuk keperluan kecil, seperti membeli pulsa. Kalau menabung ke bank, ribet. Antre, belum lagi ada administrasinya," ujar pria yang jadi agen BTPN sejak akhir 2015 ini.

Rusdi mengaku penghasilan dari seorang agen Laku Pandai cukup lumayan untuk menambah ekonomi keluarga. Meski enggan menyebut besarannya, menurut Rusdi, ada insentif dari setiap kali transaksi yang dilakukan nasabah. Hanya saja, ia sempat membuat kesalahan hingga nomor telepon miliknya, yang semula dibuat melayani nasabah, terblokir dan tidak bisa diaktifkan kembali. Akibatnya, ia harus membuat nomor rekening baru dengan nomor telepon yang baru pula.

Tidak sulit menjadi agen Laku Pandai. Tinggal mencari orang yang bersedia menabung dan meyakinkannya. Nilai nominal bukan patokan, berapa pun besarnya dilayani. Berbeda dengan cara konvensional datang ke bank, yang bagi sebagian orang tidaklah nyaman jika uang yang ditabung sedikit. "Awalnya susah meyakinkan calon nasabah. Saya harus datang dari pintu ke pintu. Untuk meyakinkan warga, saya mengajak sales dari bank bersangkutan untuk ikut mendampingi dan memberi penjelasan," katanya.

Malang termasuk berpotensi besar untuk berkembangnya program Laku Pandai. Jumlah penduduknya sekitar 3 juta orang, didukung usaha mikro, kecil, menengah yang banyak.

Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang Indra Krisna mengatakan, sejak program ini diluncurkan pertengahan 2015, sudah ada sekitar 1.041 agen di Malang dan sekitarnya. Dari jumlah tersebut, 942 agen ada di Kota Malang dan Kabupaten Malang. OJK terus berusaha meningkatkan tak hanya dari sisi jumlah agen, tetapi juga rekening dan nilai nominal dana yang dibayarkan masyarakat.

Akel Hari Purnama, Area Sales Manager BTPN Malang, mengatakan, perkembangan Laku Pandai di Malang cukup maju. Sasarannya merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah di perkampungan-perkampungan yang susah untuk berangkat ke bank. "Mereka yang enggan ke bank ini bisa dilayani oleh agen seperti ini. Di Malang I, meliputi kota Malang dan beberapa kecamatan di Kabupaten Malang, ada sekitar 586 agen dengan 5.400 nasabah. Itu data bulan Desember lalu," papar Purnama

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 April 2016, di halaman 1 dengan judul "Menjadi "Teller" di Warung Kopi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com