Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gus Mus: Kalau Mencintai Dunia Berlebihan, Mata Jadi Buram...

Kompas.com - 29/03/2016, 11:45 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com — Budayawan yang juga tokoh senior Nahdlatul Ulama (NU), KH Mustofa Bisri alias Gus Mus, menyatakan, korupsi sudah meruyak ke segala lapisan masyarakat.

Hal tersebut didorong oleh perubahan gaya hidup ketimuran yang mengedepankan sifat gotong royong ke arah hidup hedonis atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

Hal itu disampaikan Gus Mus saat berbicara mengenai Islam dan korupsi di hadapan para kiai NU yang tengah mengkaji "Menyelamatkan Pesantren dan Nahdliyyah dari Jebakan Korupsi" di Pondok Pesantren Edi Mancoro, Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Senin (28/3/2016).

"Korupsi ini sudah meruyak ke mana-mana, sudah menjadi semacam budaya. Tidak hanya kelompok tertentu yang kena, semuanya. Seperti yang saya katakan, karena masyarakat kita sudah mencintai dunia secara berlebih-lebihan. Kalau mencintai dunia berlebihan, mata jadi buram. Melihat kebenaran, melihat sesuatu baik atau buruk itu sudah tidak bisa," kata dia.

Menurut Gus Mus, korupsi dalam bahasa Arab adalah al fasad, yakni penyimpangan dari kelurusan atau kestabilan. Jadi korupsi itu bukan maling, melainkan memiliki bahasa sendiri.

Para kiai, sebutnya, tidaklah tahu kelakuan korupsi, tetapi koruptor sangatlah tahu kebiasaan para kiai yang tidak suka berburuk sangka terhadap orang lain. Sehingga, kiai dan kalangan pesantren rentan terjebak dalam pusaran korupsi.

Sejak era Orde Baru, menurut Gus Mus, kiai sudah tidak kaya dari dalam, tetapi kaya dari luar. Ironisnya, konsep kebersamaan, silaturahim atau gotong-royong, kini justru dipakai oleh para koruptor.

Untuk itu, sebut dia, para kiai harus mengaplikasikan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari.

"Tidak hanya nilai-nilai itu tok lantas bisa menyelesaikan masalah. Para kiai, ulama itu menguasai nilai-nilai, tapi harus keluar nilai-nilai itu sehingga menjadi panutan bagi semua lapisan masyarakat. Ini menjadi penting karena kiai-kiai itu merupakan panutan masyarakat. Nah, makanya menghormati orang yang dermawan dan seterusnya, sementara kiai sendiri enggak ngerti kelakuannya koruptor ini," ujar Gus Mus.

Dalam kesempatan itu, Gus Mus meminta KPK bertindak dengan adil, amanah, dan mengedepankan langkah-langkah pencegahan korupsi. 

"Kita bisa saling mengisi. KPK bisa menjelaskan tentang seluk-beluk sampai detail tentang korupsi yang ada di Indonesia ini. Sampai ke kelakuan-kelakuan koruptornya, sementara kiai memberikan masukan kepada KPK tentang bagaimana KPK bisa melaksanakan tugasnya dengan baik," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko mengatakan, saat ini tindakan koruptif kerap dibungkus dengan wajah-wajah kesalehan dan kesantunan sosial, termasuk kalangan pesantren yang menjadi sasarannya.

"Zaman sekarang koruptor juga pandai dalam bersilaturahmi karena korupsi itu biasanya dilakukan berkelompok. Koruptor juga tahu mangsa yang dituju. Korupsi lebih cepat masuk ke pesantren daripada ke PBNU karena pesantren lebih bersifat individual," kata Sujanarko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com