Dia menyebut, dibutuhkan sedikitnya sekali sebulan untuk melakukan revitasliasi benda-benda yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun di etalase museum.
Namun, revitalisasi atau perawatan tidak bisa mereka lakukan karena butuh biaya yang tak sedikit, termasuk mendatangkan ahli yang bisa merawat benda yang rentan rusak.
"Kami tak memiliki dana yang cukup untuk melakukan perawatan minimal sebulan. Idealnya memang harus sekali sebulan,"terang Lili ditemui di lokasi Museum Simalungun Jalan Sudirman, Pematangsiantar, Sabtu (19/3/2016).
Museum ini menurut dia memang dikelola oleh Yayasan Museum Simalungun. Tapi untuk pendanaan perawatan dan revitalisasi, pihaknya membutuhkan biaya reguler.
Selama ini Pemkab Simalungun, sejak Bupati Jhon Hugo Silalahi, Zulkarnaen Damanik hingga JR Saragih selalu memberikan dukungan dana dari APBD untuk perawatan museum.
Namun sejak 2012, bantuan tidak lagi bisa diberikan karena terbentur regulasi. Pemkab Simalungun tidak bisa memberikan bantuan dana, mengingat museum berada di wilayah administrasi Pemko Pematangsiantar.
"Sejak Bupati Jhon Hugo hingga Pak JR, bantuan selalu berjalan. Namun 2012, Pak JR tak bisa memberikan bantuan lagi terbentur aturan, daerah bersangkutan dimana museum berada, yang bertanggung jawab," kata Lili.
Dia menegaskan, sejak museum ini berdiri hingga saat ini Pemko Pematangsiantar tak pernah memberikan dukungan dalam bentuk apapun, apalagi dana. "Pemko Siantar nol dalam mendukung museum ini," katanya.
Padahal, ujar Lili, Museum Simalungun berada di tengah kota. Lokasi museum berjarak hanya sekitar 30 meter dari Lapangan Haji Adam Malik, gedung DPRD, kantor Wali Kota dan Lapangan Merdeka atau Taman Bunga.
"Pemko sangat tidak menghargai warisan leluhur Simalungun sebagai tuan rumah di kota ini. Sesuai UU No 11 Tahun 2010, jelas bahwa museum ini harus dijaga, dirawat dan dilestarikan. Tapi sepertinya Pemko tidak mau tahu," ujarnya.