Perceraian itu terjadi akibat banyaknya sorotan dan kecaman masyarakat terhadap pernikahan tidak lazim antara lelaki berumur dan anak berusia 12 tahun tersebut. (Baca: Murid SD Dijadikan Jaminan Utang lalu Dinikahi)
"Si suami bersedia menceraikan si anak dan semua utang piutang lunas," kata Camat Karang Tinggi, Ismail Bakar, dalam pertemuan kedua keluarga yang difasilitasi Pemerintah Daerah Bengkulu Tengah di kediaman Kepala Desa Padang Tambak, Selasa (12/1/2016).
Selanjutnya disepakati, si suami bersedia menceraikan sang anak dan tak akan menuntut utang sebesar Rp 4,8 juta kepada orangtua anak itu.
"Masalah utang akan diselesaikan pemerintah daerah," ujar dia.
Sementara itu, Sekretaris Wilayah (Sekwil) Koalisi Perempuan Indonesia Irna Riza Yuliastuti mengatakan, pernikahan paksa terhadap anak dengan laki-laki yang pantas menjadi kakeknya ini merupakan bentuk pelanggaran HAM dan hak asasi anak yang berat.
"Praktik nikah di bawah umur juga mengisyaratkan bahwa hukum perkawinan Indonesia nyaris seperti hukum yang tak bergigi karena begitu banyak pelanggaran terhadapnya, tetapi tanpa dapat ditegakkan secara hukum," kata Irna dalam siaran pers-nya.
"Kami menilai, kades setempat sebagai struktur negara terkecil di masyarakat, camat, bupati, hingga gubernur harus bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran ini," kata dia.
"Jika tetap dibiarkan, penegak hukum dapat melakukan pengusutan dan penindakan bagi pihak-pihak yang membiarkan ini terjadi," kata dia.