Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian: 14 Kasus Intoleransi Terjadi di Jateng Selama 2015

Kompas.com - 27/12/2015, 15:20 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com – Kebebasan berpendapat di Jawa Tengah tahun 2015 cenderung mengalami tren negatif.

Hasil penelitian tentang kebebasan beragama oleh Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang menyebutkan, setidaknya terdapat 14 kasus pelanggaran sepanjang tahun ini, mayoritas intoleransi adalah pendirian gereja.

“Kami mencatat ada 14 kasus intoleransi, empat kasus lagi belum selesai dan satu kasus tentang pelanggaran kebebasan beragama,” kata Direktur eLSA Semarang, Tedi Kholiludin, Minggu (27/12/2015).

Persoalan intoleransi lebih banyak berkaitan dengan pelayanan administrasi kependudukan, baik kartu keluarga, kartu tanda penduduk, pendirian rumah ibadah, dan konflik horizontal di kalangan masyarakat dengan penolakan terhadap aliran keagamaan.

Menurut Tedi, permasalahan intoleransi di Semarang pada dasarnya tak jauh berbeda persoalan tahun sebelumnya.

Namun, pada tahun 2015, kasus yang tercatat lebih banyak pelanggaran berupa pembatasan kegiatan-kegiatan yang bersifat akademik.

“Kemarin misalnya dari kalangan Ahmadiyah dilarang berbicara dalam acara seminar oleh kelompok tertentu, kemudian dipolisikan (dilaporkan ke polisi, red). Bagi kami, itu situasi darurat kebebasan berekspresi yang patut diseriusi,” ujar alumnus doktoral Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ini.

Persoalan perusakan tempat ibadah juga menjadi catatan serius. Perusakan sanggar milik Penghayat Kepercayaan Sapta Darma di Kabupaten Rembang menunjukkan tren negatif kebebasan berekspresi.

Semestinya, kata Tedi, masyarakat bisa lebih terbuka untuk menerima perbedaan. Menerima perbedaan inilah yang disebut sebagai sebuah toleransi beragama.

Toleransi, kata Tedi, bisa menjadi kebajikan jika dipahami dengan upaya saling pengertian dan kerja sama memberikan jalan bagi masyarakat untuk menengahi konflik secara damai.

“Dengan begitu, toleransi bisa bermakna sebagai pengakuan, tidak hanya keterbukaan,” papar dia.

Sementara itu, 14 kasus intoleransi yang dicatat antara lain, perusakan dan pembakaran sanggar Sapta Darma di Rembang, penolakan pembangunan gereja di Pemalang, dan bentrokan antara ormas Majelis Tafsir Al-Quran dengan Banser Nahdlatul Ulama.

Kasus lainnya antara lain percobaan pembakaran Gereja Kristen Jawa di Purworejo, kasus penolakan pembangunan gereja di Karanganyar, ancaman penutupan Gereja GIDI di Solo, ancaman penutupan Gereja Kristen Indonesia di Solo, dan pelarangan pembicara dari Ahmadiyah oleh Jamaah Anshorus Syariah, protes pelaksanaan As-Syura di Semarang.

Selain itu, tercatat juga kasus kriminalisasi penulis buku Ahmad Fauzi, protes kegiatan Hizbut Tahrir Indonesia di Banyumas, penolakan Jemaat Kristen Indonesia di Klaten, dugaan konversi agama dari Budha ke Islam, dan persoalan diskusi Ahmadiyah di Semarang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com