Ke-36 desa itu terdiri atas 5 desa di Kecamatan Sukasari, 8 desa di Kecamatan Maniis, 10 desa di Kecamatan Tegalwaru, 10 desa di Sukatani, dan 3 desa di Kecamatan Babakan Cikao.
Kondisi ini ironis karena 36 desa itu berada di sekeliling Waduk Jatiluhur yang menjadi sumber utama pasokan air DKI Jakarta.
"Volume air Jatiluhur 800.000 meter kubik per detik. Namun karena letak geografis Purwakarta lebih tinggi dari Jatiluhur, kami tidak bisa memanfaatkan air dari Jatiluhur," ujar Dedi melalui saluran telepon, Rabu (4/11/2015).
Karena itu, warga Purwakarta harus mengandalkan air gunung. Namun, lama-kelamaan, gunung yang merupakan hutan produksi tersebut gundul karena berbenturan dengan kebutuhan ekonomi masyarakat.
"Purwakarta sudah hijau, tetapi karena hutan tersebut hutan produksi, jadinya warga menebangnya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya," imbuh Dedi.
Penyelesaian persoalan ini, sambung Dedi, membutuhkan dana yang besar. Karena itu, ia mengunjungi Ahok untuk mencapai solusi bersama. Selama ini, Purwakarta sudah menjaga sumber mata air orang DKI Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut disepakati beberapa hal, yakni DKI Jakarta akan membeli mata air dan pohon-pohon yang ada di sekeliling Jatiluhur. Nantinya, mata air dan hutan tersebut akan dihibahkan ke Pemkab Purwakarta dan pemerintahan desa untuk dikelola.
"Kesepakatan ini baru berbentuk lisan, nanti akan dituangkan dalam bentuk MoU setelah seluruh data lengkap, (mengenai) berapa sumber mata air yang akan dibeli termasuk pohonnya," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.