Mereka menuntut pemerintah menghapuskan ojek berbasis aplikasi (Go-Jek). Demo penolakan itu merupakan demo terbesar dan pertama yang dilakukan para tukang ojek pangkalan di Bandung.
"Sekarang pendapatan kami menurun. Sehari paling cuma dapat uang Rp 10.000 sejak adanya Go-Jek," kata Suryana (60), salah seorang tukang ojek yang mangkal di sekitar Al Islam Bandung.
Selain menurunkan omzet, Suryana menilai ada rasa tidak adil bagi para tukang ojek pangkalan. Pasalnya, untuk menjadi tukang ojek pangkalan, mereka mesti membayar uang hingga puluhan juta, sedangkan pengendara Go-Jek bisa meraup untung ratusan ribu tiap hari tanpa modal besar.
"Kami beli kartu anggota itu mahal. Bisa Rp 15 juta," ucapnya.
Bejo (40), tukang ojek lain, mengaku aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah yang tak bisa menangani konflik antara ojek pangkalan dan Go-Jek.
"Jadinya, 'semut sama semut saling gigit'," ucapnya.
Dia menuturkan, seharusnya pihak Go-Jek merangkul para tukang ojek sebelum berekspansi di Kota Bandung.
"Seharusnya dirangkul, kebanyakan kan warga yang punya profesi yang masuk, sedangkan eksisting dibiarkan. Katanya akan dirangkul, tetapi buktinya mana," ucapnya.
Sebab itu, dia berharap perusahaan Go-Jek di Bandung ditutup agar tak terjadi perselisihan di lapangan seperti yang terjadi di kawasan Cibiru beberapa waktu lalu.
"Kalau tidak ditutup, ya terus bakal ribut," katanya.
Terkait soal rencana Wali Kota Bandung yang bakal memberi aplikasi mirip Go-Jek kepada ojek pangkalan, Bejo pun menolak.
"Di pangkalan enggak semuanya bisa pakai gadget, apalagi yang umurnya tua," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.