Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sambut Keputusan Ridwan Kamil, Spanduk Tolak Taxi Uber Tersebar di Kota Bandung

Kompas.com - 12/09/2015, 16:54 WIB
Kontributor Bandung, Rio Kuswandi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - "Penolakan Taxi Uber". Hebat Broooooo........... Taxsi Uber telah langkahi semua aturan main yang ada pada angkutan umum".

Demikian kalimat yang tertulis di sebuah spanduk yang terpampang di pinggir Jalan Abdurachman Shaleh, Kota Bandung, Jawa Barat. Tak hanya di lokasi itu, spanduk serupa juga tersebar di pinggir jalan raya di Kota Bandung.

Spanduk tersebut digagas oleh komunitas taksi di Kota Bandung, di antaranya, Paguyuban Taxi, Watak Kobanter, Kobutri, Kopamas, GPTKB dan IOB sebagai bentuk protes penolakan taxi Uber yang dinilai merugikan para komunitas taxi pelat kuning itu.

"Ada ratusan spanduk yang kami pajang di seluruh Kota Bandung," kata Tedi Nugraha, Sekretaris Paguyuban Pengemudi Taxi Kota Bandung kepada Kompas.com di Bandung, Sabtu (12/9/2015).

Isi kalimatnya berbeda-beda. Namun, maknanya sama, mengecam keberadaan taksi Uber. Pemasangan spanduk itu juga sebagai luapan kegembiraan atas keputusan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang akhirnya menyatakan menolak keberadaan Uber dan Grab Taxi itu.

"Pak Wali sudah menyatakan penolakannya atas kehadiran taxi Uber dan Grab taxi. Pada dasarnya, kita sangat bahagia dan merespons atas keputusan itu," kata Tedi.

Tedi mengatakan, sebetulnya para komunitas taksi pelat kuning tidak melarang beroperasi taksi Uber di Bandung, asalkan mempunyai landasan hukum dan aturan yang jelas.

"Yang jadi ganjalan itu tidak ada surat resmi, tidak ada izin, tidak ada kantor yang jelas. Ini melanggar tata aturan dan hukum angkutan umum," katanya.

Dengan hadirnya taxi Uber tersebut, para komunitas taksi pelat kuning di Kota Bandung merasa dirugikan. Sebab, penumpang lebih memilih taxi Uber dan Grab Taxi ketimbang taksi pelat kuning.

Taxi Uber memakai sistem pelayannya berbasis aplikasi. Selain itu, ongkosnya pun bisa dibilang terjangkau.

"Wajar dong kami cemburu, misalnya begini. Taxi Uber dan Grab itu apakah menghasilkan PAD (pendapatan asli daerah)? Kan tidak ada. Mereka begitu enak, tidak punya izin, tidak harus bayar pajak, tidak harus urus ini dan itu sebelum beroperasi."

"Nah, sedangkan kami yang jelas-jelas legal, perjuangan kami begitu berat dari awal-awal, keluar uang segala macam. Jadi wajar kalau kami merasa cemburu, soalnya mereka sudah menabrak aturan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com