Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Icha Meninggal, dari Dugaan Depresi sampai Terpapar Bakteri di Lab Kampus

Kompas.com - 11/09/2015, 16:17 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

MAGELANG, KOMPAS.com — Nama Futicha Sirrulhayati Muna (22) beberapa waktu terakhir menjadi perbincangan publik di dunia maya. Gadis yang kerap disapa Icha ini meninggal dunia beberapa jam setelah mengikuti wisuda dari tempatnya berkuliah, Program Studi Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarya (UNY), Sabtu (29/8/2015) lalu.

Icha diduga meninggal karena sakit. Namun, hingga kini, orangtua Icha belum mengetahui pasti penyakit yang sebetulnya diderita anak sulungnya itu. Menurut Sumarsana (52), ayah Icha, sejak kecil Icha tidak pernah mengalami sakit yang serius. Icha pernah menderita penyakit paru-paru basah (flek) waktu kecil, tetapi sudah sembuh.

"Icha enggak pernah mengeluh sakit serius, ya cuma masuk angin, batuk, pilek pada umumnya," kata Sumarsana, Jumat (11/9/2015).

Hanya saja, kesehatan dara kelahiran Magelang, 30 Agustus 1993, itu menurun, terutama saat mengerjakan tugas skripsi. Icha sering mengeluh kelelahan setelah menyusun skipsi. Sumarsana menduga hal itu terjadi karena Icha kurang memperhatikan pola makan dan kurang tidur karena harus menyusun skripsi dan melakukan penelitian sampai larut malam.

"Saat hari-hari terakhir penyusunan skripsi, dia mengeluh capek saja. Saya juga nasihati dia agar makan teratur dan istirahat," ungkap Sumarsana.

Sumarsana menceritakan, kesehatan Icha semakin memburuk. Pada 8 Agustus 2015, Icha demam tinggi dan sesak napas, lalu dilarikan ke RSIA Aisyah Muntilan, Kabupaten Magelang. Di klinik itu, Icha didiagnosis sakit bronkitis dan harus dirawat selama lima hari.

Pulang dari RSIA Aisyah, lanjut Sumarsana, Icha justru mengalami sesak napas disertai muntah-muntah. Keluarga lalu membawanya ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Muntilan, Kabupaten Magelang. Dokter RS tersebut, kata Sumarsana, menyatakan bahwa leukosit Icha meningkat drastis. Icha lalu diberi obat oleh dokter yang berjaga saat itu. Alih-alih membaik, Icha malah kejang-kejang.

"Entah obat apa yang diberikan kepada Icha oleh dokter itu. Saya tanyakan kepada dokter penyakit dalam, seharusnya dokter itu tidak memberikan obat tersebut karena akan membuat kejang-kejang," kata guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri Dukun Magelang itu.

Icha yang hobi mendaki gunung itu dirawat di RSUD Muntilan selama 10 hari. Namun, setelah pulang, Icha kembali mengalami kejang-kejang dan sesak napas. Keluarga terpaksa merujuknya lagi ke RSUD Muntilan pada 12 Agustus 2015.

"Ada dugaan Icha vertigo, terus ada kelainan pada otak, tetapi saat di CT scan hasilnya bagus kok. Bahkan, ada dokter yang bilang Icha depresi. Icha itu anak yang supel, terbuka, saya tidak yakin kalau dia depresi," kata dia.

Kesehatan Icha menurun drastis. Beberapa hari menjelang wisuda pada 29 Agustus 2015, Icha tidak dapat berdiri tegak, matanya kabur, kesadarannya juga menurun. Keluarga lalu membawanya ke dokter spesialis mata di Muntilan.

Dokter saat itu mengatakan, ada saraf keenam Icha yang agak lemah. Dokter meminta Icha untuk menjalani pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging) di Yogyakarta pada tanggal 29 Agustus 2015 atau tepat saat Icha wisuda.

"Meski dalam kondisi sakit, Icha masih bisa berkomunikasi. Ia bahagia sekali ingin wisuda. Jadi, kami inisiatif untuk pemeriksaan MRI setelah upacara wisuda. Kami berangkat ke UNY dari rumah pagi hari naik mobil, Icha dalam kondisi setengah sadar. Kami bahkan memakaikan pakaian kebaya wisuda di mobil. Kami pinjam kursi roda teman," tutur Sumarsana.

Namun, sayang, takdir berkata lain, Icha mengembuskan napas terakhir di tempat tinggalnya di Dusun Kalibening, Desa Dukun, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, seusai pulang dari upacara wisuda.

Diduga terpapar bakteri

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com