Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tolong Pak Lurah, Jangan Ada Lagi Alih Fungsi Mangrove ke Sawit"

Kompas.com - 08/06/2015, 15:52 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis


MEDAN, KOMPAS.com
- Hutan bakau nyaris hilang di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sepanjang mata memandang, semua penuh sesak oleh sawit. Bahkan kawasan pesisir pantai yang menjadi habitatnya bakau atau mangrove berganti tanaman palem itu.

Daerah aliran sungai dan sempadan yang seharusnya menjadi kawasan hijau dan lindung supaya menjadi daerah resapan air pun ditumbuhi sawit hingga air sungai menyentuh akarnya.

Kondisi ini sudah lama berlangsung, Kabupaten Langkat mendapat label sebagai daerah dengan tingkat kerusakan mangrove yang parah dan memprihatinkan.

Berdasarkan data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara, kerusakan hutan mangrove di kawasan pesisir pantai timur Langkat mencapai 16.193 hektar akibat alih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Kerusakan terjadi di Kecamatan Secanggang diperkirakan seluas 1.000 hektar, Tanjung Pura 4.150 hektar, Gebang 2.199 hektar, Babalan 2.530 hektar, Brandan Barat 1.794 hektar, Pangkalan Susu 4.168 hektar, Besitang 177 hektar, dan Pematang Jaya 225 hektar.

Siapa yang bertanggung jawab dengan izin alih fungsi tersebut? Sampai sekarang, elemen masyarakat Langkat sudah lelah meneriakkan indikasi-indikasi korupsi di Dinas Kehutanan Langkat tapi pihak kejaksaan belum unjuk gigi membawa ke meja hijau, para perambah hutan mangrove, pencuri kayu untuk dijadikan arang, pembuat tambak-tambak ikan dan udang yang beroperasi di sembarang tempat tanpa mau tahu efek lingkungan yang ditimbulkan.

Rupanya, perubahan iklam dan perilaku buruk manusia terhadap lingkungannya sudah dirasakan masyarakat di Dusun IV, Desa Pintu Air, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Mereka mulai gerah dengan sawit. Daerah tempat tinggal mereka kering dan gersang, air bersih layak minum menipis, padi-padi kekurangan air.

Tanaman muda tumbuh meranggas. Akibat penebangan dan perambahan bakau yang liar, mereka kini ketakutan daerahnya menghadapai intrusi, abrasi, erosi, serta kehilangan mata pencarian dan pasokan pangan sebagai nelayan.

Bertepatan dengan momen hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada 5 Juni kemarin, warga Dusun IV, Desa Pintu Air, tergabung dalam Kelompok Peduli Mangrove yang juga anggota Koperasi Karya Usaha, bersama Conservation Mentality (COME), Unsur Muspika setempat, BLH Sumut, Kodim 0203 Langkat, FK3I Korda Sumut, para Mahasiswa Pencinta Alam Sumatera Utara seperti: Mapala UMA, Lex Natural FH UMA, Genetika FP UISU, Gemapala FIB USU, Gempahr STT Harapan, Gempar Royal Kisaran, Pema Famerta UMA, menanam 30 ribu batang bibit bakau di areal bibir pantai yang kritis.

Malamnya, masyarakat setempat diajak menonton film tentang bakau sebagai media eduksi dan diskusi seputar lingkungan. Solihin, salah satu anggota Koperasi Karya Usaha mengatakan, dalam waktu dekat mereka akan memanfaatkan bakau sebagai bahan pembuat sirup, dodol dan kerupuk untuk di jual dan menjadi ciri khas Langkat.

"Kita sedang menyiapkan semuanya, bakau yang dimanfaatkan adalah yang kita tanam sebelumnya. Harapannya anggota koperasi semakin sadar mangrove dan punya penghasilan tambahan," katanya, Minggu (7/6/2015).

Direktur COME, Jenny Lucia Berutu mengatakan lembaganya sangat peduli terhadap pelestarian mangrove.

"Kita sudah menanam mangrove di banyak tempat. Karena kita tahu betul fungsi pohon penghasil oksigen terbaik ini. Kenapa masyarakat merusak dan menebangnya? Tolong Pak Lurah dan BLH Langkat, jangan ada lagi alih fungsi mangrove menjadi sawit," kata Jenny yang juga anggota DPRD Sumut ini.

”Stop penebangan mangrove. Dengan menanamnya, kita bisa memetik banyak manfaat. Selain bisa diolah menjadi panganan, mangrove menghasilkan biji yang bisa di buat bibit kembali tanpa perawatan yang rumit. Masukkan dalam polyback, biarkan dan jual. Menghasilkan, kan?! Lingkungan terjaga, penghasilan bertambah. Saat ini semua daerah gencar menanam mangrove, ini peluang usaha yang lestari," ucap Ida Marni dari BB BKSD Sumut.

Dia menjelaskan, mangrove berfungsi mencegah intrusi laut, yaitu perembesan air laut ke tanah daratan. Intrusi laut menyebabkan air tanah menjadi payau sehingga tidak baik untuk dikonsumsi.

Akar-akar mangrove mengendapkan lumpur untuk mencegah hal ini. Begitu juga dengan erosi dan abrasi. Akar dan lumpur bakau juga mempercepat penguraian limbah organik yang terbawa ke wilayah pantai.

Selain pengurai limbah organik, hutan mangrove juga mempercepat proses penguraian bahan kimia yang mencemari laut seperti minyak dan diterjen, dan merupakan penghalang alami terhadap angin laut yang kencang pada musim tertentu. Juga sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi berbagai jenis satwa.

"Apalagi kita disini berada di kawasan minyak. Mangrove bekerja sambil menguntungkan kita. Kita harus terus belajar dan menumbuhkan jiwa-jiwa konservasi. Karena memanfaatkan sumber daya alam atau jasa lingkungan itu adalah kebaikan daripada merusaknya. Mulai hari ini, jaga bakau!" tegas Ida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com