Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kakek Tunanetra Hidupi Keluarga dari Keranjang Bambu

Kompas.com - 11/05/2015, 17:00 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com — Seorang kakek tunanetra, Asrobi (70), warga Dusun Macanan, Desa Ringinanom, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, menjadi tulang punggung keluarga dengan menjadi perajin aneka anyaman bambu.

Meski mempunyai keterbatasan, Asrobi berjuang dengan mandiri untuk menghidupi keluarga di tengah keterpurukan kondisi ekonomi. Pekerjaannya menganyam bambu dimulai sejak pagi buta saat sebagian orang masih terlelap dalam mimpi, mulai dari memotong bambu dengan gergaji, membelah bambu hingga tipis, sampai menjalinnya menjadi aneka peralatan rumah tangga.

Tangannya amat terampil menjalin satu demi satu bambu tipis menjadi sebuah keranjang. Keterampilan yang mungkin tidak semua orang bisa lakukan, bahkan oleh orang yang memiliki penglihatan normal sekalipun.

Asrobi bercerita, pekerjaannya menganyam bambu dimulai saat ia masih kecil. Kala itu, ia diminta oleh salah seorang kerabatnya untuk melanjutkan sekolah. Namun, Asrobi menolak lantaran kondisi penglihatannya yang tidak normal.

Asrobi lantas menunjukkan kepada kerabatnya itu bahwa ia tetap bisa bekerja menghidupi diri dan keluarga dengan membuat kerajinan anyaman bambu. "Saya minta disiapkan tiga bilah bambu (oleh kerabatnya), lalu saya tunjukkan ke dia kalau saya bisa menganyam bambu jadi keranjang. Dia baru percaya," ujar Asrobi menggunakan bahasa Jawa, Senin (11/5/2015).

Sejak itu, Asrobi sering membuat keranjang untuk dijual. Hasilnya cukup untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Namun, pada usia senjanya kini, pernapasannya mulai terganggu. Saat lelah, Asrobi beristirahat sejenak dengan meminum air putih di dalam rumah.

Ia mampu berjalan memasuki rumah tanpa harus meraba-raba dinding rumah. Kebiasaan yang berulang-ulang selama puluhan tahun membuatnya tak pernah membentur dinding atau tersandung. "Wis biasa ngopo-ngopo dewe, Mba. (Sudah bisa bekerja sendiri, Mba)," ucap Asrobi.

Dalam sehari, ia mampu menghasilkan tiga sampai empat buah keranjang yang masing-masing dijual dengan harga Rp 30.000. Selain keranjang, ia juga mampu membuat kurungan ayam dan rigen (tempat menjemur rajangan tembakau).

Asrobi tinggal bersama keponakan perempuan, Siti Tunjiah (36), yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Sementara itu, istri dan anak-anaknya sudah lama meninggalkan Asrobi karena faktor ekonomi. Namun, Asrobi tidak pernah mengeluh.

Menurut dia, segala yang terjadi terhadap dirinya sudah menjadi kehendak Tuhan yang harus dijalani dan disyukuri. Tanpa mengharap belas kasihan orang lain, Asrobi bertekad akan tetap bekerja mandiri hingga akhir hayatnya.

Siti Tunjiah, keponakan Asrobi, mengatakan, pamannya memang dikenal sebagai sosok yang semangat, tidak pernah mengeluh, terlebih berpangku tangan memelas kepada orang lain. Mulai dari hal kecil, Asrobi berupaya melakukannya sendiri. "Bapak itu mandiri, apa-apa sendiri, mulai mandi, makan minum, ke dapur, mandi ke kali juga bisa," ujar Siti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com