Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Kapal Besar akan Keruk Pasir Besi di Pantai Selatan Tasik

Kompas.com - 08/04/2015, 23:22 WIB
Kontributor Ciamis, Irwan Nugraha

Penulis

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Pertambangan pasir besi di pesisir pantai Selatan Tasikmalaya yang selama tiga tahun terakhir dihentikan oleh pemerintah, rencananya dibuka kembali dengan prosedur berbeda, yaitu menambang dan menjual konsentrat hasil tambang setengah jadi. Hal itu sesuai dengan Peraturan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral yang mewajibkan setiap perusahaan pertambangan menjual konsentrat pasir besi setengah jadi.

Direktur Utama PT Nusambada Johan Suhendra menyatakan, pihaknya akan menguji coba dua kapal pengerukan setengah jadi konsentrat pasir besi di wilayah laut Pantai Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Pihak perusahaan meminta izin dari para nelayan setempat untuk uji coba yang akan dilaksanakan paling lama sekitar 30 hari.

"Kami terlebih dahulu akan menguji coba terlebih dahulu eksploitasi dengan cara memakai dua kapal besar untuk pengerukan pasir besi di dasar laut. Jadi kami meminta izin dulu kepada nelayan setempat," jelas Johan di hadapan ratusan nelayan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Rabu (8/4/2015).

Johan mengaku langkahnya ini untuk mendirikan industri besi baja yang berbahan dasar pasir besi. Pihaknya pun mengaku siap mendatangkan teknologi canggih dengan pegawai profesional yang akan mampu memperkecil kerusakan alam akibat operasi pertambangan.

"Teknologi dari kapal kami dirancang yang terbaru, sehingga konsentrat pasir besi nantinya akan langsung bisa terpisah dan sisa pasir lautnya akan kembali lagi ke laut. Kami pun dalam prosesnya tidak memakai bahan kimia apapun, hanya memakai air laut saja sebagai medianya," kata Johan.

Johan menambahkan, pihaknya memahami ketakutan para nelayan selama ini bahwa kapalnya nanti bisa mengganggu habitat laut yang bisa menghilangkan mata pencaharian mereka. Ia memastikan pengerukan itu tak akan mengganggu para nelayan.

"Kami menjamin kalau nantinya kapal beroperasi tidak akan menganggu para nelayan. Karena kami akan membuat jalur transportasi khusus melalui laut. Kalau dulu lewat darat, kami akan pakai jalur laut, jadi masyarakat nantinya tak terganggu," tambah dia.

Menurut Johan, jika uji coba perusahaannya nanti berhasil, maka pihaknya akan langsung membangun pabrik bijih besi. Tentunya pabrik ini nanti akan membuka lapangan pekerjaan di wilayah setempat.

"Kami di sini kalau berhasil uji coba dan mendirikan pabrik, kami tentunya akan membutuhkan ribuan pekerja," kata Johan.

Nelayan menolak

Salah satu nelayan Cipatujah, Sana Supriatna mengatakan, para nelayan setempat telah memutuskan akan menolak uji coba pertambangan pasir besi oleh dua kapal besar PT Nusambada. Soalnya, area yang nantinya akan dijadikan lokasi uji coba merupakan wilayah para nelayan mengambil ikan setiap harinya.

"Meski sudah diizinkan pemerintah daerah setempat melalui kepala Dinas Pertambangan, kami nelayan di sini menolak karena merasa terganggu," ungkap Sana.

Sana meminta kepada perusahaan untuk tak melaksanakan uji coba eksploitasi pasir besi ini. Sebab, jika uji coba itu tetap dilakukan bisa memicu konflik horizontal antara yang pro dan kontra.

"Janganlah dipaksakan, kalau tetap dilaksanakan akan terjadi konflik," kata dia.

Nelayan lainnya, Edi, menuntut kepada pihak perusahaan yang pernah mendatangkan dua kapal besar ke laut Cipatujah untuk meminta maaf. Sebab, kedatangan kapal tersebut telah meresahkan para nelayan dan menganggu aktivitas mereka mencari ikan.

"Jujur, dua kapal yang pernah datang telah meresahkan nelayan. Kami meminta perusahaan untuk meminta maaf kepada kami," ungkap Edi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com