Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bengkulu Darurat Inses"

Kompas.com - 26/03/2015, 15:45 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com — "Bengkulu Darurat Inses" demikian satu pernyataan mencengangkan dari peserta konsultasi publik yang digelar Organisasi Women's Crisis Center (WCC) Cahaya Perempuan Provinsi Bengkulu, Kamis (26/3/2015).

Sebab, Bengkulu berada pada peringkat pertama dalam kasus inses (hubungan sedarah). Data ini diungkapkan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam sebuah acara di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, Depok, belum lama ini.

Menurut data yang dirilis WCC Cahaya Perempuan Bengkulu, kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak sejak 2011 hingga 2013 tercatat 238 kasus. Jumlah tertinggi kekerasan seksual terjadi saat pacaran, inses, pemerkosaan, dan perdagangan manusia (human trafficking) tujuan seksual.

"Jumlah tersebut untuk yang melaporkan ke WCC Cahaya Perempuan saja. Artinya, data ini belum dari instansi penegak hukum lain. Bisa jadi lebih banyak. Ini fenomena gunung es yang (tampak ujungnya saja, tetapi) sesungguhnya yang terjadi lebih banyak," kata Direktur WCC Cahaya Perempuan Bengkulu Tety Sumeri di Bengkulu.

Ia menjelaskan, dari 238 kasus sepanjang 2011 hingga 2013 itu, peringkat pertama diisi kekerasan seksual saat pacaran yang mencapai 42 persen, lalu inses 31 persen, pemerkosaan 20 persen, dan terakhir human trafficking tujuan seksual sebesar 7 persen.

"Bengkulu masuk dalam zona merah atau banyak ditemukan, khusus untuk kasus inses," tambah dia.

Faktor penyebab tingginya angka inses antara lain kemiskinan, pendidikan, lingkungan, dan faktor psikologis. "Oleh karena itu, Bengkulu harus dinyatakan darurat inses, dan pemerintah harus mengambil sikap," tambah Tety.

Tidak saja persoalan inses yang tinggi pada tahun 2013, Bengkulu juga dinyatakan sebagai provinsi kelima teratas dalam hal gugatan cerai yang dilakukan oleh istri. Bengkulu juga masih dinyatakan sebagai provinsi keenam dengan tingkat yang tinggi untuk pernikahan di usia muda.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bengkulu Diah menyebutkan, peningkatan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak terus mengalami kenaikan hingga 300 persen pada tahun 2013, menjadi 655 kasus.

"Jika 655 kasus itu dibagi 365 hari, artinya dalam setahun terdapat dua kasus kekerasan per hari, yang dialami perempuan dan anak di Bengkulu," kata dia. Dari jumlah itu, lanjutnya, jika dilihat dari tingkat pendidikan korban kekerasan, maka ada yang tamatan SLTA dan SMP. Adapun berdasarkan status pernikahan, 51 persen dialami perempuan menikah, 46 persen belum menikah, dan sisanya adalah mereka yang berstatus proses cerai.

Untuk pelaku kekerasan, menurut tingkat pendidikan, mereka berasal dari tamatan SLTA, SLTP, SD, dan tak sekolah. Adapun pelaku tamatan perguruan tinggi berada di peringkat terbawah dengan persentase 9,14 persen.

Dari tingkat pekerjaan, pelaku kebanyakan adalah pria yang bekerja, dengan jumlah mencapai 62 persen. Tingginya tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan di Bengkulu semakin terpuruk saat porsi APBD Provinsi Bengkulu sebesar Rp 2,1 triliun hanya diakomodasi 0,01 persen untuk pemberdayaan perempuan dan anak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com