Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dewan Adat Madura Minta KPK Hormati Budaya dan Adat Saat Usut Fuad Amin

Kompas.com - 16/02/2015, 21:46 WIB
Kontributor Pamekasan, Taufiqurrahman

Penulis

BANGKALAN, KOMPAS.com — Pemeriksaan maraton yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada sejumlah pejabat, ulama, dan tokoh masyarakat Kabupaten Bangkalan, pasca-penahanan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad Amin Imron, menuai reaksi dari Dewan Adat Madura. Gencarnya langkah KPK dianggap ada misi tersembunyi di belakangnya yang berbau politis.

Hal itu disampaikan Ketua Dewan Adat Madura, Muhammad Jazuli Rahmatullah, Senin (16/2/2015). Dewan Adat Madura menilai, dampak penyidikan KPK yang terjadi di Bangkalan dari sisi tatanan kehidupan sosial, adat dan budaya Madura menjadi terusik. Itu dibuktikan dengan adanya aset Madura yang menjadi tolok ukur budaya dan keislaman Madura, yakni bangunan yang ada di makam Syaikhona Cholil Bangkalan, yang akan disita oleh KPK.

Dijelaskan Muhammad Jazuli, Dewan adat tidak akan menghalangi tugas KPK dalam menangani kasus Fuad Amin Imron karena itu upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, KPK harus menghormati adat dan norma kesopanan Madura. Seharusnya, sebelum KPK melakukan tugas-tugasnya, harus pamit dulu kepada tokoh dan sesepuh Madura.

“Silakan usut tuntas kasus Fuad Amin, tapi harus pakai etika. Madura menjunjung tinggi asas penghormatan kepada Bheppa’-Bheppu’-Guru-Rato (ayah-ibu-guru-pemimpin). Jangan kemudian ketika Fuad Amin ditahan, tokoh Madura dianggap tidak ada,” ungkapnya, saat dihubungi melalui sambungan ponsel.

Dalam upaya untuk mempertahankan tatanan kehidupan sosial dan budaya dan keislaman Madura, maka dewan adat memunculkan tiga rekomendasi yang dialamtkan kepada KPK. Tujuh rekomendasi itu, pertama, adanya upaya sistematis dalam pengkerdilan terhadap budaya islami dan adat bangkalan dengan mencitrakan bangkalan sarang koruptor.

Kedua, pemeriksaan terhadap beberapa ulama, tokoh masyarakat dan pejabat birokrasi bangkalan terlibat yang diduga terlibat korupsi Fuad Amin, seakan-akan mencitrakan bahwa harta kekayaan para ulama, tokoh masyarakat berasal dari Fuad Amin.

Ketiga, penegakan hukum jangan hanya tajam ke bawah (di Bangkalan) tapi tumpul di atas (Jakarta/pusat). Karena, menurut Jazuli, banyak kasus lebih besar, di antaranya BLBI, Century dan Hambalang.

Keempat, masyarakat Bangkalan sulit untuk menerima jika aset bangunan dan Masjid Syaichona Cholil di Desa Martajasah disita KPK.

Kelima, penegakan hukum tidak dapat ditegakkan dengan melanggar etika adat dan budaya islami masyarakat Bangkalan.

Keenam, pengkerdilan Bangkalan sebagai sarang preman dengan cara mencitrakan banyak kasus kekerasan terhadap para aktivis.

Ketujuh, Dewan Adat Madura berharap KPK memohon maaf pada masyarakat Bangkalan dan menghentikan upaya pengkerdilan Bakalan.

Rekomendasi itu akan disampaikan secara langsung ke Komisioner KPK di Jakarta, Mabes Polri dan Presiden Jokowi, pada Rabu (18/2/2015) lusa. Selain disampaikan ke KPK, Mabes Polri dan Presiden, rekomendasi itu dibacakan di atas panggung terbuka saat Dewan Adat Madura, menggelar aksi di jalan raya akses menuju Jemabatan Surabaya-Madura, sisi Bangkalan, Senin siang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com