Aksi nelayan kemudian berlanjut di Gedung DPRD Sultra. Didampingi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kendari, para nelayan merazia ruangan anggota dewan. Namun mereka tak menemui satu pun wakil rakyat.
Aksi sweeping nyaris ricuh, karena para nelayan berusaha menerobos blokade polisi. Aksi saling dorong pun tak terhindarkan. Mereka mencari anggota dewan untuk meminta agar difasilitasi menyampaikan tuntutan itu kepada kementerian Perikanan dan Kelutan.
Kecewa karena tak berhasil menemui para wakil rakyat, para nelayan lalu membuang sejumlah kepiting dan menyegel pintu masuk pimpinan. Bahkan, sebagian bangunan Kantor DPRD Sultra dicoret menggunakan cat semprot warna merah.
Zulkarnain (37), salah seorang perwakilan nelayan, mengatakan, Permen Nomor 1 Tahun 2014 ditolak karena dinilai mematikan mata pencarian nelayan, karena ada pembatasan ukuran berat dan panjang terhadap tangkapan lobster, kepiting dan rajungan. Nelayan mengalami kesulitan untuk melakukan ekspor impor akibat aturan ini.
“Permen hanya bisa diekpor ukuran berat minimal tujuh ons, ini untuk kepiting dan rajungan, sebelum permen ini diberlakukan, kami bisa melakukan ekspor impor tanpa ukuran tertentu. Demikian pula lobster dulu tidak ada batasan ukuran, sekarang harus panjang tujuh centimeter, jika ukuran itu kurang maka kami dilarang menangkapnya. Ini kan mematikan kami, karena tidak dapat lagi melakukan penangkapan akibat batasan itu,” ujar dia.
Senada dengan Zulkarnain, Bayuli Rante mengungkapkan, akibat pembatasan ekspor kepiting ia mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Belum lagi karyawan yang dipekerjakan hingga puluhan orang terancam menjadi pengganguran.
"Setiap hari kami bisa mencapai keuntungan Rp 5 juta dari hasil penjualan kepiting. Nah sejak tanggal 7 Januari pemberlakuan Permen itu, kami tidak bisa mi mengirim kepiting, lobster dan rajungan di bawah tujuh ons," kata Bayuli.
Bayuli, berharap pemerintah untuk meninjau ulang peraturan tersebut. Usai melampiaskan kekesalannya, para nelayan membubarkan diri dan berjanji akan kembali melakukan aksi yang lebih besar, jika tuntutan untuk meninjau ulang permen tersebut tidak direspons.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.