Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Anita Si Tukang Parkir Perempuan di Kupang

Kompas.com - 20/01/2015, 15:15 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis


KUPANG, KOMPAS.com
 — Menekuni pekerjaan apa pun asalkan halal adalah prinsip Anita Tamonob. Wanita berusia 40 tahun asal Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), ini sehari-hari menjadi tukang parkir di depan rumah makan Ratu Gurih di jalan Eltari, Kelurahan Naikoten I, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang.

Sejak hijrah dari kampung halamannya ke Kota Kupang tiga tahun lalu bersama suaminya, Micky Naibenu, Anita terpaksa membantu mencari penghasilan tambahan buat keluarganya karena pekerjaan suaminya sebagai tukang kayu dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keduanya di Kota Kupang.

Mimpi untuk menjadi wanita karier yang kerja di kantoran dengan kondisi ruangan mewah ber-AC tentu hanya impian semu belaka. Pasalnya, latar belakang pendidikan Anita hanya lulusan sekolah dasar.

Setiap hari, mulai pukul 08.30 Wita, Anita sudah bergegas dari tempat kosnya di Kampung Tofa, Kelurahan Maulafa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, menuju tempat kerjanya dengan menumpang ojek yang sudah menjadi langganan tetapnya. Anita baru puang ke tempat kosnya pada sore hari sekitar pukul 17.30 Wita.

“Biasa kalau ramai itu, antara pukul 11.00 sampai 12.00 Wita, sedangkan kalau sudah pukul 15.00 Wita sampai pukul 17.00 Wita pasti sudah sepi sehingga saya langsung pulang. Uang penghasilan itu kami pakai untuk beli beras buat makan sehari-hari,” kata Anita, Selasa (20/1/2015).

Menjadi tukang parkir perempuan yang mungkin menjadi satu-satunya perempuan di Kota Kupang membuat Anita sedikit pun tidak merasa risih, apalagi malu karena selama dua tahun menekuni pekerjaan itu baginya sudah biasa.

“Memang waktu pertama kali jadi tukang parkir saya agak malu, tetapi karena ingin mencari uang tambahan buat keluarga dengan cara halal membuat saya akhirnya terus menekuni pekerjaan ini sampai sekarang. Dari semua tukang parkir yang ada di Kota Kupang, hanya saya satu-satunya yang perempuan,” ungkapnya.

Dengan tambahan penghasilan dari tukang parkir, Anita bisa membantu suaminya menabung untuk memiliki rumah sendiri di Kota Kupang. Pasalnya, menurut dia, biaya kos sebulan Rp 200.000 cukup mahal. Keduanya juga belum memiliki momongan.

Anita mengaku pendapatan dari pekerjaannya sebagai tukang parkir setiap harinya selalu bervariasi. Kalau sepi pengunjung di rumah makan, biasanya ia hanya mendapat Rp 60.000 dan jika ramai bisa mencapai Rp 100.000. Penghasilannya itu pun harus dipotong Rp 30.000 kepada pemilik tanah di area parkir itu.

Dengan pemasukan yang pas-pasan dan kehidupan yang masih dibilang berada di bawah garis kemiskinan, Anita bersama suaminya belum pernah sekali pun mendapat bantuan dari Pemerintah Kota Kupang.

Kendati demikian, Anita malah tidak mengharapkan sedikit pun bantuan dari pemerintah karena, baginya, yang menghidupi dirinya dan suami bukanlah pemerintah.

“Saat ini, saya dan suami hanya menjalani pekerjaan kami masing-masing dan menikmati hidup kami apa adanya, dan untuk sekarang kami pun tidak butuh bantuan dari pemerintah,” tutur Anita sambil melangkah pergi untuk mengatur kendaraan yang keluar dari area parkir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com