Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Korupsi Jalan Perbatasan RI-Timor Leste Hadirkan Kepala BPPD Jadi Saksi

Kompas.com - 15/01/2015, 01:44 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis


KUPANG, KOMPAS.com - Sidang lanjutan kasus korupsi jalan rintisan jalan baru di perbatasan Indonesia-Timor Leste berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang, Rabu (14/1/2015). Kasus di Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) itu merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,1 miliar.

Sidang berjalan dengan agenda mendengar keterangan saksi. Saksi yang dihadirkan kali ini ada dua orang, yakni Kepala Kantor BPPD TTU Fransiskus Tilis dan bendahara pengeluaran dana tahun 2013, Stefanus Tus Nitsae. Kedua saksi itu memberikan keterangan untuk dua orang terdakwa yakni Direktur Ariesta Jaya, Martinus Sonbay dan Pejabat Pembuat Komitmen, Yosep Marsel Boli.

Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Khairuludin dan dua hakim anggota yakni Agus Komarudin dan Anshory, Jaksa Penuntut Umum Frangky M Radja dan Gatot Hariawan menyebut Kepala BPBD TTU, Fransiskus Tilis, cuci tangan dengan kasus ini. Sebagai kuasa pengguna anggaran, saksi mengaku tidak tahu apa yang menjadi kewenangan dia sebagai kepala BPPD terutama dalam proyek tersebut.

“Kita menyimpulkan kalau Fransiskus Tilis ini bermaksud untuk cuci tangan dengan kasus ini. Ketika kita tanyakan ke dia (Fransiskus Tilis), selalu beralasan bahwa latar belakang keilmuan dia bukan itu (teknik). Seharusnya dia punya wawasan yang cukup untuk bagaimana dia mengelola anggaran yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan itu. Kalaupun tidak paham seharusnya dia berkonsultasi dulu dengan stafnya,” kata Jaksa Penuntut umum, Frangky M Radja.

Fransiskus diberondong banyak pertanyaan dari Frangky M Radja dan Gatot Hariawan, namun banyak yang tidak dijawabnya. Begitu pula ketika hakim ketua Khairuludin dan dua orang pengacara terdakwa yakni Luis Balun dan Erens Jose menanyakan tentang teknis pekerjaan proyek. Fransiskus juga tidak tahu berapa nilai kontrak proyek secara keseluruhan karena tidak pernah membaca kontrak itu.

Sidang tersebut akan ditunda pekan depan, dengan agenda yang sama yakni masih dalam tahap pemeriksaan saksi. Total saksi dalam kasus tersebut sebanyak 14 orang.

Untuk diketahu, proyek rintisan jalan baru Inbate, Buk dan Napan dikerjakan tahun 2012 dengan cara swakelola oleh Badan Penanganan Perbatasan Daerah Kabupaten TTU dengan pagu dana Rp 4,1 miliar. Dalam proyek itu terdapat temuan yang berasal dari fisik pekerjaan yang tidak sesuai dengan rancangan anggaran yang diajukan ke DPRD setempat.

Selain itu diduga kuat ada mafia anggaran, di mana alokasi anggaran untuk kelanjutan pekerjaan bukan dimasukan dalam APBD perubahan. Pada tahun 2012 pekerjaan baru 80,82 persen, tapi anggaran yang baru dicairkan hanya 65,55 persen. Penyusunan APBD murni itu seharusnya sudah dibahas di DPRD pada Oktober tahun berjalan, namun masa kontraknya habis tanggal 28 Desember 2012.

Proyek itu kemudian diluncurkan pada tahun 2013, namun yang terjadi anggarannya masuk dalam APBD murni. Proyek itu dimulai pada tahun 2012, sepanjang 12 kilometer. Dana pembangunan proyek ini diambil dari APBN senilai 4.1 milyar. Namun fakta lapangan baru dikerjakan sekitar lima kilo meter, dengan alasan proyek tersebut sudah kelar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com