Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mbah Asih, Bikin Kasur Khas Using Sejak Zaman Jepang

Kompas.com - 25/09/2014, 13:50 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Perempuan tua yang hampir separuh rambutnya berwarna putih nampak membalik kasur berwarna merah hitam yang dijemur di depan rumahnya di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Kamis (25/9/2014).

Namanya Mbah Asih, dia adalah satu-satunya pembuat kasur khas Using, suku asli dari Kabupaten Banyuwangi yang masih hidup hingga sekarang.

Dia bercerita, mulai membuat kasur "abang cemeng" sejak masa penjajahan Jepang. "Kalau di tanya usia berapa saya sudah tidak ingat. Saya hanya ingat waktu itu di sini masih ada Jepang," kata dia.

Awalnya, dia membuat kasur "abang cemeng" sebagai persiapan hadiah pernikahan kedua anak perempuannya. "Saat itu zamannya semua orang susah. Jadi tidak banyak uang akhirnya saya memutuskan untuk membuat sendiri. Saya mencontoh dari kasur yang sudah ada untuk pola dan cara menjahitnya," kata dia.

Hasil kasur buatannya ternyata nyaman dibuat tidur sehingga banyak orang-orang di desanya memesan kasur kepada Mbah Asih. Apalagi dua orang rekan Mbah Asih yang juga membuat kasur sudah meninggal dunia.

"Kalo harga pertama jual kasur saya lupa. Maklum sudah tua," katanya sambil tertawa.

Namun saat ini untuk satu kasur ukuran besar ia menjual dengan harga Rp 1 juta. "Itu yang paling bagus, biasanya semuanya saya selesaikan dalam waktu 10 hari. Tenaganya sudah enggak kuat," kata dia.

Sedangkan untuk dua bantal warna hitam dan putih ia hargai Rp 50 ribu. Untuk satu kasur ia membutuhkan sekitar 30 kilogram kapuk yang ia beli dari toko langganan dengan harga per kilogram Rp 25ribu-30 ribu. Sedangkan kain, per meter dibelinya seharga Rp 20 ribu.

Semua pembuatan kasur 'abang cemeng' tersebut ia lakukan manual tanpa menggunakan mesin. "Semua saya kerjakan pakai tangan. Jarum dan benang. Ada juga biasanya yang bawa kainnya ke sini. Warnanya harus hitam dan merah karena itu sudah khas Suku Using. Sisi atas dan bawah berwarna hitam sedangkan kelilingnya baru merah. Itu sudah pasti ada di tiap rumah. Hadiah dari orangtua untuk anaknya yang baru nikah," kata dia.

Untuk ketebalan kasur disesuaikan dengan keinginan pemesan. "Biasanya 3 'gembil, 5 'gembil' dan 7 'gembil'. Semakin banyak gembilannya harga lebih mahal," ujar dia sambil menunjuk 'gembil' atau tumpukan di sisi kasur.

"Tapi semakin tebal kasur maka akan semakin susah saat menjemurnya. Tidak bisa sendirian," tambahnya.

Mbah Asih mengaku tidak tahu kapan berhenti membuat kasur "abang cemeng". Ia akan terus menerima pesanan hingga ia tidak sanggup lagi membuat kasur. "Sekarang saja masih ada pesanan kasur. Tapi saya sudah enggak ngoyo. Nanti kalau sudah benar-benar tidak bisa bergerak baru berhenti," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com