Wati, perempuan berusia 50 tahun itu, tak menolak saat mahasiswa menyodorkan spidol hitam ke arahnya. Dengan sigap seakan paham apa maksud unjuk rasa mahasiswa, dia membubuhkan tanda tangan dan namanya. Setelah itu dia bergegas meyalani pembelinya, para pelajar yang kebetulan melintas sepualng dari sekolah.
Aksi unjuk rasa para mahasiswa Pematang Siantar yang tergabung dalam Forum Diskusi Demokrasi (FDD) itu digelar di jalan utama kota dengan pengawalan ketat aparat kepolisian. Selain menggalang tanda tangan, pendemo juga membagikan selebaran pernyataan sikap kepada para pengendara yang melintas di jalan dan membawa satu spanduk besar berisi sikap menolak pilkada tak langsung.
“Kami menegaskan menolak RUU Pilkada yang di antaranya memuat klausul pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati dilakukan di DPRD. Itu namanya mengebiri hak politik rakyat,” tandas koordinator aksi, Rocky Marbun, dalam orasinya.
Rocky mendesak DPR dan pemerintah agar segera menganulir pasal terkait pilkada oleh DPRD di dalam RUU Pilkada. Dia juga meminta para politisi busuk yang sengaja menghambat pertumbuhan demokrasi di Indonesia agar insaf.
“Kita juga menolak penyuburan tirani dan melunturkan demokrasi di bumi Nusantara ini,” tegasnya.
Aksi mahasiswa FDD berlangsung tertib meski digelar di jalan raya yang cukup padat. Itu berkat kesigapan aparat Polres Pematang Siantar yang menjaga dan mengawal aksi unjuk rasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.