Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelembungkan Suara Caleg, 5 Komisioner KPU Kolaka Dipecat

Kompas.com - 10/09/2014, 22:41 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis

KENDARI, KOMPAS.com - Seluruh komisioner KPU Kolaka diberhentikan dengan tidak hormat karena melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Pemecatan itu berdasarkan sidang putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKKP) RI yang digelar Rabu (10/9/2014).

Anggota Majelis DKPP RI, Nurhidayat yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya membenarkan pemecatan terhadap lima anggota KPU Kolaka itu.

“DKPP menyimpulkan dan memutuskan menerima pengaduan Eptati, caleg DPR RI dapil Sultra dari Partai Gerindra seluruhnya. Menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada seluruh Komisioner KPUD Kolaka. Memerintahkan KPUD Sultra untuk melaksanakan putusan ini dan memerintahkan Bawaslu RI untuk mengawasi putusan ini,” terangnya.

Eptati Kamaruddin sebelumnya telah mengadukan seluruh anggota KPU Kolaka kepada Panwaslu Kolaka atas dugaan penggelembungan suara pasangan nomor urut tiga caleg DPR RI dari Partai Gerindra, Haerul Saleh. Menurut Eptati, sebelum dilakukan rekapitulasi suara tingkat kabupaten, dirinya memperoleh informasi dari salah seorang komisioner KPU Kolaka terkait perolehan suara Haerul Saleh sebesar 15.000 suara lebih.

"Namun, pada kenyataannya saat rekap di tingkat kabupaten, Haerul Saleh memperoleh 20.516 suara. Sehingga, Eptati menduga telah terjadi penggelembungan suara untuk Haerul Saleh," jelasnya.

Lebih lanjut, Eptati melaporkan dugaan penggelembungan suara tersebut kepada Panwaslu Kolaka. Dari laporan tersebut, panwaslu kemudian merekomendasikan kepada KPU Kolaka untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut. Namun, KPU Kolaka menilai laporan tersebut bukan merupakan pelanggaran administrasi, melainkan pelanggaran tindak pidana pemilu yang seharusnya diserahkan untuk diproses oleh penegak hukum.

"Akan tetapi, DKPP menilai komisioner KPUD Kolaka nyata-nyata mengabaikan berbagai rekomendasi Panwaslu dan berkelit bahwa pelanggaran yang terjadi bukan pelanggaran administrasi melainkan pidana pemilu. Namun, dalam persidangan terjadi kontradiksi, dimana komisioner KPUD Kolaka mengakui bahwa itu merupakan pelanggaran administrasi yang semestinya mereka tangani," lanjut Nurhidayat.

Di kesempatan yang sama, DKPP juga membacakan putusan untuk lima Komisioner KPU Bombana. Mereka diberi peringatan keras oleh DKPP menyusul pelanggaran kode etik dengan tidak menerbitkan formulir C dan C1 beserta lampiran untuk caleg DPR RI di 19 TPS di Kecamatan Lantari Jaya, yang menjadi acuan untuk mengetahui perolehan suara para caleg.

"Olehnya itu, DKPP menyimpulkan, KPUD Kabupaten Bombana telah bertindak tidak profesional. Fakta persidangan DKPP seluruh komisioner KPUD Bombana terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu. Memutuskan mengabulkan pengaduan untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi keras terhadap seluruh komisioner KPUD Bombana," jelasnya.

Sedangkan untuk KPU Kabupaten Konawe Utara dan Panwaslu Kabupaten Bombana sesuai dengan fakta persidangan, tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Komisioner Konawe Utara dituding melakukan pelanggaran. Dalam laporannya, selain dituduh meloloskan caleg yang terlibat ijazah palsu, empat komisioner KPU Konawe Utara juga dituduh masih aktif sebagai PNS.

Keempat komisioner KPU Konawe Utara yang dimaksud, yakni Marwati, ketua KPU Konawe Utara yang merupakan dosen tetap pada Universitas Haluoleo Kendari. Lalu Masmuddin, Perdin dan Abdul Malik adalah PNS di lingkup Pemda Kabupaten Konawe Utara. Berdasarkan hasil sidang putusan yang dilakukan oleh DKPP, komisioner KPU Konawe Utara dan Panwaslu Kabupaten Bombana tidak terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik seperti yang dituduhkan.

“Mereka harus direhabilitasi nama baiknya,” tambah komisioner DKPP RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com