Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi "Perang Air" Sambut Ramadhan di Magelang

Kompas.com - 28/06/2014, 08:45 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Bulan Suci Ramadhan disambut dengan berbagai tradisi masyarakat di berbagai daerah. Di Dusun Dawung, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Ramadhan disambut dengan tradisi Padusan Bajong Banyu.

Tradisi turun temurun ini diikuti oleh ratusan warga setempat. Mulai anak kecil hingga orang tua. Mereka saling menyiram air satu sama lain menggunakan air yang telah dimasukkan plastik ataupun dengan gayung.

Tradisi ini juga mereka sebut dengan 'perang air'. Mengawali tradisi ini, warga bersama-sama membaca doa dan niat berpuasa di bulan Ramadhan yang dipimpin oleh sesepuh desa. Kemudian warga berjalan menuju sumber mata air Tok Dawung sekitar 500 meter dari Lapangan Dusun.

Kegiatan semakin meriah karena diiringi musik dan tarian tradisional. Sesampai di sumber mata air, warga berdoa dan mengambil air untuk kemudian dimasukkan ke dalam kendi. "Air ini merupakan simbol untuk menyucikan diri menghadapi bulan Ramadhan. Dengan keadaan suci, semoga warga dengan tenang menjalankan Puasa saat Ramadhan," ucap Sesepuh Desa Purwo Sumarto sebelum mengambil air di Tok Dawung itu, Jumat (27/6/2014) sore.

Air yang telah dimasukkan ke kendi lantas dibawa kembali ke lapangan dusun. Sementara para pemuda menyambutnya dengan tarian Pawitra Budaya sebagai simbol kegembiraan dan rasa syukur atas manfaat air.

Tidak lama kemudian keseruan tradisi ini dimulai, seluruh warga saling melempar air. Mereka larut dalam kegemberiaan kebersamaan.

Gepeng Nugroho, Koordinator kegiatan menjelaskan, secara  filosofi menyambut Ramadhan umat islam harus suci, baik dari hati, pikiran dan perbuatan. Tradisi ini juga menumbuhkan rasa kerukunan antar warga apalagi di tengah suhu politik Indonesia saat ini yang kian memanas.

"Apalagi jelang Pilpres ini para elit politik tengah bersitegang. Dengan perang air ini kemudian warga agar tidak terhanyut konflik yang ada. Ini bentuk menyucikan demokrasi kita agar bersih dari hal-hal negatif," kata Gepeng.

Dijelaskan Gepeng, mata air di Tok Dawung itu merupakan sumber mata air sejak zaman nenek moyang terdahulu. Saat musim kemarau pun, mata air tidak berhenti mengalir.

Ia berharap dengan tradisi ini warga lebih bisa menghargai air sebagai sumber kehidupan dan manfaat bagi makhluk hidup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com