Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LSM di NTT Adukan Kerusakan Lingkungan ke Komnas HAM

Kompas.com - 19/06/2014, 15:40 WIB
Kontributor Timor Barat, Sigiranus Marutho Bere

Penulis


KUPANG, KOMPAS.com
-- Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi keagamaan Katolik dari tarekat SSps Timor dan SVD Timor di Nusa Tenggara Timur (NTT), melaporkan kerusakan lingkungan akibat pertambangan dan kasus perdagangan manusia (human trafficking) di NTT, kepada Komisi Nasional (Komnas) Hak Azasi Manusia (HAM).

Laporan itu disampaikan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi NTT, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia wilayah NTT, Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC) SSps, JPIC SVD dan perwakilan korban lumpur panas bumi Mataloko, saat berdiskusi dengan komisioner Komnas HAM, Natalis Pigai, di wisma Keuskupan Agung Kupang, Kamis (19/6/2014).

Direktur Walhi NTT, Herry Naif menyampaikan tentang masifnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ekspansi industri ekstraktif. Ekspansi industri itu berdampak pada kerusakan sumber penghidupan rakyat di NTT.

Herry menjelaskan tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di semua kabupaten di Pulau Flores, Sumba dan Timor. Di Flores dan Sumba, kata Herry, pertambangan dikoordinasi oleh korporasi. Alasan utama pemberian IUP oleh pemkab se-NTT itu adalah demi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Tetapi bila dilihat dari data PAD, pertanian dan peternakan tetap menjadi lokomotif PAD. Pertanyaannya dimana peningkatan PAD yang diangankan. Bukankah pertambangan menjadi upeti politik? Selain itu, konflik pengelolaan hutan, yang hingga kini tidak dituntaskan, malah jadi ruang-ruang pertambangan. Hak-hak rakyat untuk mengakses hutan yang sudah terbuka sejak dulu, malah diabaikan,” beber Herry.

Hal senada juga disampaikan Suster Genoveva dari JPIC SSpS Timor. Suster Genoveva menyatakan, pertambangan mangan di Aitameak, Kecamatan Lamaknen Selatan, Kabupaten Belu berdampak buruk bagi kehidupan warga di wilayah itu.

"Kami (JPIC OFM, JPIC SVD, JPIC Keuskupan sedang bersama Walhi NTT mengadvokasi kasus pertambangan Aitameak. Tapi hingga hari ini belum mendapat respons positif dari Pemerintah Kabupaten Belu. Padahal ratusan warga sudah mengalami luka-luka mulai dari kulit hingga kelaminnya (akibat pertambangan). Permasalahan ini mestinya direspons Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM,” pintanya.

Sementara itu, Pastor Piter Bataona dari JPIC SVD mengadukan soal perdagangan manusia (human trafficking) yang trennnya kian meningkat, khususnya di NTT. Negara, kata dia, melalui berbagai instansi seperti kepolisian dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tidak maksimal dalam bekerja. Manipulasi identitas tenaga kerja Indonesia (TKI) sejak keberangakatan sudah terjadi, namun terkesan dibiarkan.

“Dalam satu kasus di Kabupaten Kupang, seorang istri harus berduka karena suaminya meninggal. Selang 7 hari, suaminya pulang. Sebuah fenomena yang aneh tetapi itu riil terjadi,” jelasnya.

Terkait laporan itu, Komisioner Komnas HAM, Natalis Pigai mengaku baru mengetahui informasi tersebut. Pihaknya berjanji akan menindaklanjutinya.

“Selama ini kita belum kenal sehingga kami jarang mendapatkan pengaduan dari jaringan di NTT. Kita berharap, pertemuan ini menjadi titik awal kerja sama Komnas HAM dengan jaringan di NTT," katanya.

Natalis berjanji akan menindaklanjuti berbagai kasus pelanggaran HAM di NTT untuk mencari penyelesaiannya. Untuk kasus tertentu, pihaknya akan terjun langsung ke lapangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com