Sungai-sungai tercemar sehingga penyakit gatal itu menyerang warga sejak delapan bulan terakhir (baca juga: ”Mama, Kapan Gatal Ini Bisa Sembuh?” (2).
Menurut Laurens Dadi Kelen dari bagian Humas PT NLR, perusahaan pertambangan itu milik pengusaha Singapura. Izin yang diberikan kepada perusahaan itu selama 10 tahun, tetapi saat ini masih tahap eksplorasi.
Ia menegaskan, hasil pengeboran memperlihatkan tidak ada potensi mangan yang diharapkan. Perusahaan itu diyakini tak mencemari sungai yang kini membuat masyarakat terjangkiti rasa gatal. Apalagi, perusahaan itu telah terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti pembangunan ruas jalan, jembatan, air bersih, dan perumahan masyarakat.
”Tak perlu didemo berharihari karena kami juga akan angkat kaki dari sini. Potensi mangan yang sebelumnya diperkirakan cukup menjanjikan ternyata tak ada setelah pengeboran tahap pertama. Jika pengeboran tahap kedua juga kosong, kami segera pergi,” ujarnya.
Tim dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi NTT baru berencana turun ke Lamaknen Selatan dan Lamaknen, Kabupaten Belu, untuk memeriksa kualitas sejumlah sungai yang biasa dimanfaatkan oleh warga.
Gatal-gatal yang menimbulkan luka serius di bagian tubuh tertentu, yang dialami warga di dua kecamatan itu, diduga bersumber dari buruknya kualitas air yang mereka manfaatkan. Kepala BLH NTT Fred Tielman, di Kupang, Rabu, mengatakan, BLH Kabupaten Belu akan diajak untuk meneliti.
TAMAT