Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kahayan, Sungai dengan Timbunan Sampah dan Limbah...

Kompas.com - 21/05/2014, 10:48 WIB
Kontributor Bireuen, Desi Safnita Saifan

Penulis

PALANGKARAYA, KOMPAS.com - Kletek... kletek... kletek... Pekikan tajam perahu motor mondar-mandir melintasi arus Sungai Kahayan yang membelah Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Suara mesin bergumul dengan gemeretak papan kayu rumah lanting, menambah bising suasana. Kondisi ini memang telah lama diakrabi warga di sekitar sungai. Namun, masih terbilang asing bagi pendatang, apalagi mereka yang baru pertama kali menginjakkan kaki di pemukiman padat penduduk itu.

Sejauh mata memandang, barisan sembarang rumah lanting terhampar di bantaran Sungai Kahayan, kawasan Flamboyan Bawah, Kecamatan Pahandut. Unik sekaligus menggelitik. Keberanian penduduk bertahan tentu tidak main-main. Seharian mereka berkutat dengan derasnya aliran sungai. Namun hal itu tidak sedikit pun membuat mereka bergidik.

“Sudah puluhan tahun kami di sini hingga beranak cucu, tak ada alasan untuk khawatir atau takut,” ungkap Muliasi (35), pemilik warung kecil di bantaran sungai.

Belum lagi riuh rendah setiap kendaraan melewati jalan kecil di depan rumah warga yang tak kalah hebohnya bersahutan dari kejauhan.

Beberapa anak kecil tampak nyaman dan asyik bermain rumah-rumahan tanpa terusik dengan aktivitas warga di sekelilingnya.

Begitulah, dari waktu ke waktu roda kehidupan berputar di salah satu sudut Kota Palangkaraya. Berdiri dari jarak sepuluh meter, bau amis tertangkap. Bukan ikan, amis tepi sungai ini berasal dari tumpukan sampah yang berdesakan di kepadatan rumah lanting dan bantaran sungai Kahayan.

Ada sampah plastik, limbah rumah tangga, hingga ranting pohon saling terombang-ambing enggan bersandar di satu tempat. “Dibilang kebiasaan mungkin iya, tapi bukan kami saja yang membuang sampah di sini, pedagang pasar besar juga buangnya kemari,” ungkap Muliasi.

Dia ikut menyalahkan kebiasaan warga pasar yang berjarak dua kilometer dari permukiman mereka. Bukannya tak tahu dampak akibat kebiasaan membuang sampah ke sungai, Muliasih beralasan, hal itu sudah dilakukan turun-temurun. Tetua mereka sudah melakukannya namun tidak menimbulkan masalah hingga kini.

Penyakit
Ya, baginya penyakit adalah masalah. Sedangkan banjir hanya bencana alam yang menjadi takdir Yang Mahakuasa. Kendati mengakui setahun sekali menjadi daerah langganan banjir, sebelumnya bencana luapan air sungai akibat hujan rerus-menerus menyambangi mereka lima tahun sekali.

“Sekarang hampir tiap Desember banjir sampai segini,” tunjuknya pada teras rumah seukuran lutut orang dewasa.

Hal senada diungkapkan Nurbayan (40). Ibu empat anak ini mengakui kepadatan jumlah penduduk mempengaruhi banyaknya sampah yang menggenangi aliran Sungai Kahayan.

Tidak hanya berdampak pada banjir, kesulitan air bersih turut dirasakannya sejak tiga tahun terakhir. “Kalau dulu bor air bersih cukup sedalam enam meter, saat ini lebih dari itu airnya juga masih keruh,” ungkap wanita itu.

Bukannya tak ingin pindah ke tempat lebih layak, minimnya penghasilan suami yang mengandalkan diri sebagai teknisi servis elektronik, mengganjal harapannya untuk bisa memboyong keluarga ke tempat yang lebih layak.

Padahal, kenyamanan dan ketentraman hidup sudah jauh ia rasakan sejak banjir menjadi langganan warga disini. Belum lagi kesulitan air bersih yang mau tidak mau, suka tidak suka, menambah pengeluaran ekonomi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com