Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Istri Empat Bupati di Sultra Terpilih Jadi Legislator

Kompas.com - 13/05/2014, 19:37 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis


KENDARI, KOMPAS.com — Para istri empat bupati di Sulawesi Tenggara (Sultra) ditetapkan sebagai calon anggota legislatif terpilih DPRD setempat berdasarkan hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April lalu.

Tak hanya itu, istri Sekretaris Daerah Provinsi Sultra, Yati Lukman Abunawas, asal Partai Nasdem, istri mantan Bupati Muna Waode, Siti Nurlaela (Golkar), dan istri mantan Bupati Buton, Waode Salmatiah (Demokrat), juga ditetapkan menjadi anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara.

Ketua KPU Sulawesi Tenggara Hidayatullah membenarkan bahwa para istri dan anak pejabat dari beberapa kabupaten dan kota ditetapkan jadi anggota DPRD Provinsi Sultra. Hal itu sesuai dalam rapat pleno KPU Sultra atas penetapan caleg terpilih yang dilaksanakan pada Senin (12/5/2014) di Hotel Zahra, Kendari.

"Kelihatan memang seperti itu. Memang yang lolos ini, ada dari anak pejabat, istri pejabat. Tetapi, juga ada dari kalangan biasa, jadi memang pilihan masyarakat kita beragam, tergantung bagaimana sosialisasi dan mobilitas para caleg," ungkap Hidayatullah, Selasa (13/5/2014).

Para istri empat bupati yang lolos itu ialah Suryani Imran, istri Bupati Konawe Selatan dari Partai Golkar; Waode Farida, istri Bupati Muna; Murniaty M Ridwan, istri Bupati Buton Utara asal Partai Amanat Nasional (PAN), serta Isyatin Syam, istri Bupati Konawe Utara dari Partai Demokrat.

Sementara itu, anak Wali Kota Kendari, Andriatma Dwi Putra, dari PAN, meraup suara tertinggi sebanyak 25. 387. Lalu, Wahyu Ade Pratama Imran, anak Bupati Konawe Selatan dari Partai Golkar, juga lolos ke DPRD Sultra.


Politik transaksional

Sementara itu, koordinator daerah pemantau pemilu Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Puspa HAM) Sulawesi Tenggara, Kisran Makati, menyatakan, terpilihnya keluarga pejabat itu tidak terlepas dari politik transaksional dengan adanya tekanan birokrasi yang masif dan sistematis.

"Keluarga pejabat yang masuk caleg kelihatan bagaimana bupati menyalahgunakan kekuasaannya dengan cara menekan birokrasi (kepala SKPD) sampai kepala desa. Belum lagi APBD dialokasikan di tempat yang salah. Misalnya, dana bansos yang diberikan kepada mereka yang tidak berhak, digunakan untuk kepentingan kampanye dan pemenanganan bagi keluarga pejabat atau bupati," ungkap Kisran, Selasa (13/5/2014).

Pihaknya, kata Kisran, telah menemukan beberapa bupati dan pejabat daerah yang lainnya menggunakan fasilitas negara berupa APBD dan bantuan sosial lainnya untuk kepentingan kampanye.

"Misalnya, Bupati Konawe Utara dan Konawe Selatan dan beberapa pejabat lainnya menggunakan anggaran daerah untuk memuluskan keluarganya dapat terpilih menjadi anggota dewan," ujarnya.

Dinasti politik

Pengamat politik dari Universitas Haluoleo, Kendari, Dr Eka Suaib, menilai, terpilihnya sejumlah keluarga pejabat sebagai wakil rakyat di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah fenomena yang hampir merata di Indonesia.

Hal itu, kata Eka, bisa mengakibatkan ironi politik dinasti. Dinasti politik itu berlaku seiring terbukanya keran demokratisasi dan desentralisasi politik, yang dilaksanakan di Indonesia.

"Politik kita didominasi oleh elite-elite tertentu saja dan pada saat bersama rapuhnya kesadaran politik dari masyarakat. Ini kan sebetulnya secara tidak langsung ada proses pembajakan oleh elite parpol, dalam hal ini tidak memfasilitasi kader yang lama dalam parpol, namun memberikan kesempatan kepada keluarga pejabat untuk menduduki jabatan publik seperti menjadi anggota dewan," ulasnya, Selasa (13/5/2014).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com