Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revitalisasi Pasar Tradisional Diakui Lambat

Kompas.com - 28/01/2014, 21:46 WIB
Suhartono

Penulis

Sumber KOMPAS
SRAGEN, KOMPAS.com- Revitalisasi pasar rakyat atau tradisional yang berjalan tiga tahun sejak 2010 diakui berjalan lambat. Dari jumlah 9.599 pasar tradisional yang harus direvitalisasi, tercatat baru 461 pasar yang bisa direvitalisasi dengan APBN dan APBD senilai Rp 1,9 triliun.

Hal itu disampaikan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi saat peresmian dan seminar nasional Hari Pasar Bersih Nasional (HPBN) ke-6 yang digelar Yayasan Danamon Peduli (YDP) bekerjasama dengan pemerintah daerah di Pasar Bunder dan pendopo Bupati Sragen, Jawa Tengah, Selasa (28/1/2014).

"Ini karena ada kendala yang harus segera diatasi untuk merevitalisasi pasar tradisional tersebut. Memang sangat lambat. Namun, pekerjaan kita belum selesai. Dan, ini (merevitalisasi) harus terus dilakukan bersama dan harus dipercepat. Tak hanya pusat, tetapi juga daerah dan partisipasi pihak lainnya seperti yang sudah dilakukan YDP," ujar Bayu saat ditanya Kompas.

Bayu menambahkan, selain soal pembiayaan dan prosedur pencairannya yang selama ini dinilai rumit terhadap alokasi dana revitalisasi pasar dalam tugas pembantuan, positioning pasar tradisional dengan supermarket atau minimarket juga pengorganisasian di pasar dan keberlanjutan pasca-revitalisasi pasar serta asuransi.

Sebaliknya, menurut Executive Director YDP Bonaria Siahaan, sejak gagasan pemberdayaan pasar tradisional pada tahun 2006, yang diintensifkan kembali pada tahun 2010 dengan nama Pasar Sejahtera, baru 7 pasar yang bisa dijadikan percontohan YDP dengan dana sebesar Rp 9 miliar.

"Pada tahun ini direncanakan ditambah lagi menjadi 3 pasar dengan anggaran sekitar Rp 2,5 miliar," ujarnya.

Bona mengatakan, sebenarnya program Pasar Sejahtera bisa melibatkan perusahaan lain untuk memberdayakan pedagang dan pasar tradisional. "Dengan kami bagikan Modul Pasar Sejahtera kepada Wamen Perdagangan dan pemda, artinya program ini terbuka pada pihak lain yang mau berpartisipasi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com