Salah satu kebutuhan pokok tersebut adalah gula pasir. Kepala seksi Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Nunukan Abdul Rahman mengatakan, dengan alasan lebih ekonomi, hampir 90 persen kebutuhan gula pasir masyarakat perbatasan Nunukan bergantung kepada Malaysia.
Meski diakui, peredaran gula pasir dari Malaysia di Nunukan adalah ilegal, mengingat gula yang beredar adalah gula bersubsidi.
“Kita survei dengan kementerian gula di sini, itu hampir 90 persen itu memang gula Malaysia semua, gula rafinasi. Gula subsidi sih sebenarnya, untuk masyarakat Malaysia tapi kita pakai,” ujar Abdul Rahman, Kamis (10/10/2013) kemarin.
Selain mudah mendapatkan, harga gula pasir dari Malaysia lebih murah dibandingkan gula produk dalam negeri. “Harga gula dari Indonesia Rp 12.000. Itu belum di-packing. Karena jalurnya jauh. Jatuhnya di kita Rp 15.000. Sementara gula dari Malaysia Rp 12.000.” imbuh Abdul Rahman.
Langkah pengetatan pengawasan peredaran gula di wilayah perbatasan oleh Pemerintah Malaysia akhir akhir ini membuat warga perbatasan di Kabupaten Nunukan mulai kesulitan mendapatkan gula subsidi asal Malaysia tersebut.
Untuk itu, pemerintah kabupaten Nunukan meminta pemerintah melakukan legalisasi terhadap peredaran gula pasir di wilayah perbatasan.
“Pengawasannya sudah sangat ketat. Barang dari sebelah sudah agak sangat sulit. Enggak semudah kita bayangkan, mau ngambil sekian datang. Jadi kalau kita modelnya sembunyi-sembunyi kayak gini takutnya tidak terpenuhi. Gula sudah kita usulkan untuk dilakukan legalisasi dalam pembicaraan sosekmalindo,” kata Abdul Rahman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.