LEBAK, KOMPAS.com - Teater Guriang di Kabupaten Lebak menyuguhkan hal berbeda dalam dunia pertunjukan.
Di tempat yang terletak di Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten ini, semua kalangan warga bisa menonton langsung pertunjukan yang digelar, mulai dari pelajar, petani, hingga ibu-ibu sepulang pengajian.
Dede Abdul Majid (35), pendiri Teater Guriang, sengaja membangun tempat pertunjukan di tengah perkampungan warga. Tujuannya ingin mendekatkan kesenian kepada masyarakat.
Baca juga: Cerita Sri Widajati Pencipta Tari Orek Orek, Dalang Perempuan yang Hidup Matinya untuk Seni Tari
Tentu dalam prosesnya mendapat banyak tantangan, mulai dari stigma miring dari masyarakat hingga kesulitan mendapat izin menyelenggarakan acara.
“Dinamika terjadi sampai hari ini, tapi kita memberikan pemikiran baru kepada masyarakat, kalau kesenian tidak selalu identik dengan tato, urakan, dan hal negatif lain. Tidak seperti itu,” kata Majid saat berbincang dengan Kompas.com di Teater Guriang, Selasa (25/4/2024).
Majid juga membawa pesan, jika pertunjukan teater tidak harus selalu digelar di kota dengan penonton dari kalangan tertentu. Di Guriang, semua lapisan masyarakat bisa menonton, termasuk warga kampung di sekitar Guriang.
Baca juga: Menanam Mimpi di Panggung Teater
Setiap kali menggelar pertunjukan, warga sekitar kerap datang ke lokasi acara. Awalnya karena penasaran, namun belakangan warga menganggap pertunjukan tersebut adalah hiburan.
“Hanya di sini kita bisa menemukan bapak petani pulang dari sawah, masih dengan cangkulnya mampir nonton diskusi dan pertunjukan seni, ibu-ibu pengajian sambil lewat berhenti dulu untuk nonton,” kata dia.
Majid rutin menggelar berbagai pertunjukan seni, teater, dan diskusi di Guriang, minimal satu bulan dua kali. Seluruh acara disuguhkan gratis, sehingga semua orang bisa datang dan menonton.
Tidak hanya warga kampung, Majid juga ingin pertunjukan yang digelarnya dikenal kalangan milenial, sehingga mengundang juga anak-anak sekolah di Warunggunung dan Rangkasbitung.
Dalam perjalanan menghidupkan Guriang, Majid selalu melibatkan masyarakat sekitar, tidak hanya sebagai penonton, namun juga menumbuhkan geliat ekonomi masyarakat.
“Ekonomi tumbuh di sini, ketika ada kegiatan, rumah-rumah warga disulap jadi homestay, jadi kontrakan juga jika ada kawan-kawan yang PKL, warung milik warga jadi ramai, bahkan tempat parkir juga dikelola warga,” ujar dia.
“Kenapa Guriang tidak pernah ditiket, karena dibangun di sekitar masyarakat, biar masyarakat bisa nonton kesenian,” lanjut dia lagi.
Majid bercerita, awal mulai terjun ke dunia seni pertunjukan karena kegemarannya terhadap sastra dan kesenian sejak di bangku sekolah.