SERANG, KOMPAS.com - Mantan Kepala Desa Pagelaran, Kecamatan Malimping, Kabupaten Lebak, Banten Herliawati dan suami Yadi Haryadi dituntut 4,5 tahun penjara.
Pasangan suami istri dinilai jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Lebak Andre Marpaung telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dalam bentuk pemerasan terhadap pengusaha tambak udang hingga Rp 310 juta.
Keduanya dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 KUHPidana.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan."
Demikian kata jaksa di hadapan hakim yang diketuai Dedi Ady Saputra di Pengadilan Tipikor Serang. Selasa (25/6/2024).
Baca juga: SYL Jalani Sidang Tuntutan Perkara Pemerasan pada 28 Juni, Vonis 11 Juli
Selain pidana penjara, jaksa juga menghukum kedua terdakwa untuk membayar denda Rp 200 juta.
"Dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," ujar Andre.
Sebelum memberikan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan yakni perbuatan kedua terdakwa tidak mendukung program Pemerintah dalam memberantas korupsi.
Sedangkan, pertimbangan yang meringankan adalah terdakwa telah menyesali perbuatannya dan terdakwa mengembalikan uang sejumlah Rp 110 juta.
Dalam dakwaan yang sudah diberitakan sebelumnya, kedua terdakwa bersama-sama menerima uang dari pengurusan dokumen sertifikat tanah sejumlah Rp310 juta dari 2021-2023.
Kasus pungli ini bermula ketika PT Royal Gihon Samudra (RGS) berencana melakukan investasi usaha tambak udang di Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak pada tahun 2021.
Baca juga: Temuan BPK: 5 Area Hasil Pengadaan Tanah IKN Belum Bersertifikat
Untuk investasi usaha tambak udang tersebut, PT RGS membutuhkan lahan seluas kurang lebih 31 hektar.
Dalam rangka mencari lahan, Direktur Operasional PT RGS, Gono Joko Mulyono kemudian meminta bantuan Farid Maulana dan Muhamad Ridwan untuk jual beli tanah.
Keduanya kemudian bertemu dengan Herliawati selaku Kepala Desa Pagelaran untuk meminta bantuan saat itu.
Namun, kedua terdakwa meminta fee Rp 5.000 per meter untuk pengurusan lahan. Namun, permintaan itu belum ditanggapi oleh Farid.
Kemudian, Farid meminta bantuan warga Desa Pagelaran untuk mengidentifikasi pemilik lahan, serta mendatangi pemilik langsung guna melakukan negosiasi harga.
Dari lahan seluas kurang lebih 31 hektar yang sedianya akan dibeli oleh PT RGS untuk tambak udang, terdapat 37 bidang lahan milik warga, dengan total luas sekitar 23 hektar yang ternyata belum bersertifikat.
Baca juga: Begini Cara Hadi Tjahjanto Bereskan Masalah Pengadaan Tanah PSN
Sekitar Juli atau Agustus tahun 2021, Herliawati kembali didatangi oleh Farid di rumahnya dengan membawa dokumen surat-surat tanah yang belum bersertifikat yang akan dibeli oleh PT RGS.
Sebab, pengurusan sertifikat membutuhkan dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa Pagelaran dan ditandatangani oleh Kepala Desa.
Saat bertemu, Herliawati menolak menandatangani dokumen atau surat karena belum menerima uang yang dimintanya saat pertemuan pertama.
Akhirnya, Herliawati meminta Farid dan Ridwan "jatah" Rp 1.500 per meter dari luas lahan yang belum bersertifikat.
Pemberian uang kemudian dilakukan secara bertahap karena Farid berada dalam posisi terpaksa, yakni Oktober 2021 hingga Mei 2023.
Ada pun total uang yang ditransfer dan diberi tunai adalah sebesar Rp 310 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.