NUNUKAN, KOMPAS.com – Abdul Hamid (58), warga Desa Atap, Kecamatan Sembakung, Nunukan, Kalimantan Utara, tampak haru saat melihat banyak anggota TNI dari Kodim 0911/Nunukan, menurunkan banyak papan dan balok kayu untuk membedah rumahnya.
Laki-laki berusia senja ini diam terpaku melihat para prajurit yang hilir mudik, dan mulai melakukan pengukuran, untuk memastikan rumahnya tetap bisa ditempati, dan lebih nyaman ditinggali.
"Ini rumah sudah puluhan tahun, saya lupa pastinya, tapi di sini lah saya bernaung dan tinggal," ujarnya, dengan suara bergetar, saat ditemui Kompas.com, Minggu (12/5/2024).
Baca juga: Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP
Hamid, tinggal sebatang kara. Istrinya sudah meninggal dunia mendahuluinya beberapa tahun lalu, sementara anak-anaknya merantau jauh dari rumah.
Mata Hamid, terlihat berkaca-kaca saat dirinya tahu rumahnya menjadi sasaran pembangunan.
Rumah yang sudah lapuk termakan usia dan selalu terendam banjir tersebut, menjadi sasaran bedah rumah dalam Program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-120 di wilayah perbatasan negara.
"Rusak semua ini rumah, karena selalu terendam banjir setiap tahun, dan sudah jabuk (lapuk)," tuturnya.
Baca juga: Diguyur Hujan Deras, Jalan Protokol di Nunukan Selatan Longsor
Baca juga: Lakukan Politik Uang, Ketua RT di Nunukan Divonis 2 Tahun Penjara dan Denda Rp 20 Juta
Untuk diketahui, TMMD 120 di Nunukan, menyasar pada daerah rawan banjir yang terdampak paling parah akibat banjir kiriman Malaysia di Desa Atap, Kecamatan Sembakung.
Kodim 0911/NNK membukakan jalan hampir 2 kilometer menuju bukit untuk daerah relokasi bagi para korban.
Melakukan bedah rumah, hingga menyiapkan ketahanan pangan, dengan membuat areal persawahan di perbukitan, agar warga bisa menikmati panen padi yang selama ini selalu saja gagal panen, akibat banjir kiriman Malaysia.
Baca juga: Update Banjir Bandang di Agam, 6 Meninggal, 11 Orang Belum Ditemukan
Diketahui, banjir yang melanda Kecamatan Sembakung, adalah sebuah peristiwa biasa bagi warga pelosok perbatasan RI-Malaysia.
Saking terbiasanya, mereka tidak akan panik atau bingung dengan musibah banjir yang melanda.
Mereka hanya menyusun deretan papan layaknya panggung, tepat di bawah atap rumah mereka, yang mereka sebut sebagai pungkau/para para.
"Kalau banjir, di pungkaulah saya tinggal. Di situ lah saya tidur, memasak, dan semuanya, sambil menunggu air surut," kata dia.
Baca juga: Wilayah Rawan Banjir Kiriman Malaysia Jadi Sasaran TMMD, Kodim 0911/NNK Siapkan Lahan Pangan
Hamid mengaku, berdiam diri di tengah banjir di atas pungkau, menambah kesepian yang dialaminya.
Matanya tampak berkaca-kaca, berharap pertemuan dengan anak-anaknya, sehingga bisa berbagi cerita dan merasakan kebersamaan sebuah keluarga.
"Dari sebelas saya punya anak, meninggal delapan. Tersisa tiga anak yang semuanya kerja di Tarakan," kata Hamid, sambil meneteskan air mata.
Ia tak mau melanjutkan kisah kerinduannya, dan mengalihkan pembicaraan terkait para prajurit TNI yang tengah membedah rumahnya.
Hamid mengatakan, sangat bersyukur dan berterima kasih kepada TNI. Kepedulian mereka, kata Hamid, adalah sebuah hal langka yang patut disyukuri.
"Terima kasih tentara, sudah buatkan saya rumah. Biar Tuhan yang balas," ucapnya.
Baca juga: Viral, Video Oknum Prajurit Tendang Ibu-ibu, Ternyata Anggota Kopasgat TNI AU
Menjelang sore, Hamid akan memanjat ke atas pungkau untuk beristirahat dari aktivitas kesehariannya.
Namun, waktu istirahat justru bukan waktu aman bagi para korban banjir.
Karena banjir yang terjadi akibat luapan Sungai Sembakung, membuat buaya dan ular hitam, sering muncul di pemukiman penduduk.
"Kalau sudah di atas pungkau, saya siap parang. Kalau banjir ada saja buaya, ular hitam yang punya bisa (kobra)," katanya lagi.
Baca juga: Cerita Elin, 7 Tahun Jadi Guru di Nunukan Diupahi Rp 500.000 Setahun
Hamid mengaku beberapa kali bertemu ular king kobra yang terseret banjir masuk rumahnya.
Ia pun terpaksa menebaskan parang ke tubuh ular, demi keselamatannya.
Begitu juga, saat buaya menyambangi kediamannya di saat air banjir menggenang tepat di bawah pungkau.
Suara kecipak air dan mata buaya yang menyala terang di malam hari, menjadi sinyal bahaya.
"Jadi kalau tidur pas banjir memang harus sedia parang. Kupeluk itu parang macam guling saja. Mau bagaimana lagi," kata dia.
Baca juga: Beras Mahal, Petani di Demak Pungut Gabah Busuk untuk Konsumsi
Diketahui, banjir melanda wilayah pelosok perbatasan RI-Malaysia, di Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dalam sepekan terakhir.
Laporan terakhir BPBD Nunukan menyatakan, pantauan Tinggi Muka Air (TMA) pada Sabtu (11/5/2024), debit air terpantau naik pada level 4,34 meter, dari sebelumnya yang 4,30 meter.
"Terdapat dua desa di Sembakung yang terendam banjir, Desa Tagul dan Desa Atap," ujar Kasubid Informasi BPBD Nunukan, Muhammad Basir.
Di Desa Tagul, belum ada fasilitas umum ataupun rumah warga yang terendam banjir.
Banjir, sementara masih menggenangi badan jalan, sehingga aktivitas warga masih normal.
Baca juga: Update Banjir Demak: 4 Kecamatan Masih Terdampak, 1.491 Orang Mengungsi
Sementara di Desa Atap, dalam sepekan terakhir, ada 2 RT yang terendam banjir, dan yang terparah ada di Dusun Tembelenu/Salid.
"Empat SD terendam banjir, termasuk Pos Damkar Sektor Sembakung. Akses jalan juga digenangi banjir, sehingga warga harus mengunakan sampan atau perahu ketinting bila bepergian atau beraktivitas," imbuh Basir.
Banjir di Sembakung, merupakan banjir rutin tahunan yang merupakan banjir kiriman Malaysia, karena hulu sungai Sembakung, bersambung dengan sejumlah sungai di wilayah jiran.
Baca juga: Marliah Tiba-tiba Jadi Warga Negara Malaysia, Kok Bisa?
Banjir berasal dari Sungai Talangkai di Sepulut Sabah Malaysia, yang kemudian mengalir ke sungai Pampangon, berlanjut ke sungai Lagongon ke Pagalungan, masih wilayah Malaysia.
Dari Pagalungan, aliran sungai kemudian memasuki wilayah Indonesia melalui sungai Labang, sungai Pensiangan dan sungai Sembakung.
Biasanya, banjir akan merendam pemukiman penduduk dan baru surut setelah lebih dua minggu.
Pemkab Nunukan, terus saja menetapkan status tanggap darurat bagi korban banjir, dengan kerugian sawah yang gagal panen, ternak yang mati dan tempat tinggal yang mudah lapuk karena terlalu lama terendam.
Baca juga: Usai Banjir Demak, Siti Panik Ketiga Anaknya Terkena DBD
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.