SEMARANG, KOMPAS.com - Progres pembangunan tanggul permanen di Sungai Wulan, Kabupaten Demak, Jawa Tengah (Jateng), sudah mencapai 25 persen. Diketahui jebolnya tanggul Sungai Wulan menyebabkan banjir besar di Demak.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Harya Muldianto mengatakan, pembangunan tanggul itu ditargetkan selesai Juli 2024. Sehingga dapat mengantisipasi banjir akibat luapan air sungai saat musim hujan tiba.
Baca juga: Dianggarkan Rp 30 M, Pembangunan Tanggul Permanen Sungai Wulan Demak Ditarget Kelar Pertengahan 2024
Menurut Harya, konstruksi tanggul di Sungai Wulan sengaja menggunakan tanah terpilih yang relatif kuat menahan debit air sekalipun hujan lebat terjadi.
“Kami datangkan tanah-tanah dari luar (daerah) dengan metode kita padatkan. Kita tambah juga pengaman tirainya dengan steel sheet pile dan elevasinya juga kita tambah,“ ujar Harya di Kantor DPD RI Jawa Tengah, Rabu (24/4/2024).
Harya memastikan tanggul permanen tersebut memiliki ketahanan baik selama tidak ada air yang melimpas di permukaanya dan merendam kedua sisi.
“Tanggul tanah itu musuhnya overtopping. Kalau sudah overtopping ya sudah pasti risikonya collaps. Namun kekuatannya itu artinya kuat untuk menahan air dengan catatan tidak boleh melimpas, satu itu saja," terangnya.
Lebih lanjut, ketinggian tanggul permanen Sungai Wulan yang semula 8,5 meter saat ini ditinggikan menjadi 9,2 meter. Lalu panjang tanggul itu sekitar 100 meter.
“Ya sementara untuk mengantisipasi, karena kejadian banjir yang kemarin sampai nyentuh elevasi plus 8,7. Yang kami tangani permanen saat ini di Norowito, Demak saja, Ada dua titik jebol, jadi 100 sampai 150 meteran yang kita tangani,” bebernya.
Tak cukup membangun tanggul permanen, penanganan banjir juga perlu dilakukan dengan membuang sedimen atau normalisasi sungai.
Hanya saja Harya menilai normalisasi cukup sulit dilakukan mengingat sungai Serang, Lusi, dan Juana (Seluna) menggunakan sistem terbuka.
Padahal kondisi sungai Seluna yang penuh sedimen turut mengurangi daya penampungan debit air di sungai tersebut.
“Mau tidak mau itu (sedimen) harus dikeluarkan. Jadi biayanya pasti besar, itu konsekuensi. Tadinya sungai itu ruang air, sekarang sebagian besar sudah dipakai untuk ruang sendimen. Memang harus ada effort yang cukup besar di situ,” tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.