Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana di Tana Toraja, 20 Warga Meninggal karena Tanah Longsor

Kompas.com - 17/04/2024, 15:25 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sebanyak 20 warga meninggal dunia akibat tanah longsor yang terjadi di dua wilayah di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, pada Sabtu malam (13/04). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan bahwa pemerintah di daerah rawan longsor perlu lebih sigap dalam melihat tanda-tanda bencana.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan bahwa semua peralatan untuk deteksi dini bencana tanah longsor - mulai dari indikasi kawasan rawan hingga peringatan cuaca - sudah difasilitasi bagi pemerintah daerah. Sehingga, seharusnya bencana yang menelan jiwa bisa dihindari.

“Jadi penanggulangan bencana ini, ujung tombaknya pemerintah daerah. Sekarang informasi apa lagi yang diperlukan? Peta daerah sudah ada, peta risikonya sudah ada. Terus sekarang, prakiraan cuaca BMKG alatnya sudah ada di situ.

Baca juga: Bantuan Korban Longsor Tana Toraja Mulai Mengalir

“Teknologi praktisnya untuk melihat gejala alam sudah kami ajarkan. Proses belajar ini juga harus kita dorong ke pemerintah daerah,” tegas Abdul.

Theofilus Allorerung, Bupati Tana Toraja, mengatakan bahwa sebelum terjadi bencana tanah longsor yang menewaskan 20 warga, pemerintah daerah sudah memberikan imbauan kepada warga.

Theofilus justru mengeklaim pembukaan lahan menggunakan racun yang dilakukan warga adalah salah satu faktor penyebab tanah longsor.

"Jika tidak bijak menggunakan racun untuk tanaman itu, maka tanah akan kering dan jika tidak dikelola lebih lanjut ketika ada hujan dengan intensitas tinggi tidak menutup kemungkinan akan ada banjir maupun longsor, ini saran untuk kita semua," tuturnya.

Lukas Tarukkada, seorang warga Dusun Putu yang selamat dari bencana tanah longsor, bercerita bahwa banyak korban yang tertimbun longsor karena salah satu warga mengadakan acara keluarga di rumah dekat perbukitan.

Baca juga: Aksi Heroik Yulianus Selamatkan Warga yang Terseret Longsor Tana Toraja

"Ada acara keluarga di salah satu rumah warga yang ada di RT Palangka, jadi pada kumpul saat hujan deras. Mereka tidak menyangka akan terjadi longsor," ujar Lukas kepada wartawan Jufri Tonapa yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Ia mengatakan bahwa warga saat itu masih “santai-santai saja” dan kebanyakan sudah tertidur saat terjadi longsor. Sebab, kebanyakan dari masyarakat dusun itu bekerja di kebun sejak pagi buta dan beristirahat sekitar pukul 20:00 WITA.

"Sebelum kejadian kondisi perkampungan warga tersebut seperti biasa, warga beraktivitas seperti berkebun dan berternak. Namun, pascabencana tanah longsor semuanya hilang luluh lantak," ungkap Lukas dengan raut wajah putus asa.

Sebelum bencana melanda, banyak perkebunan dan rumah warga yang terletak di kawasan perbukitan tersebut. Kini, yang tersisa hanya patahan-patahan kayu dan tanah yang sudah mengering. Sebelumnya lahan itu berlumpur akibat hujan lebat.

Baca juga: Longsor Tana Toraja, Walhi Sulsel Minta Pemerintah Cabut Izin Tambang

Sebanyak enam rumah warga hancur, sementara rumah warga yang tersisa kurang lebih tiga rumah.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan Tana Toraja, Sulawesi Selatan memang merupakan daerah dengan risiko tinggi bencana tanah longsor.

Di tengah tren cuaca ekstrem yang melanda selama pekan terakhir, ia mengimbau agar pemerintah daerah dan warga semakin waspada akan terjadinya bencana, khususnya di daerah-daerah rawan.

“Karena dalam periode Maret sampai awal April itu seperti yang disampaikan oleh BMKG, beberapa tempat di, baik itu Jawa, Sumatera, Sulawesi, terdampak cuaca ekstrem dengan intensitas hujan cukup tinggi,” ujarnya.

Proses evakuasi terkendala

Kondisi lokasi longsor di Palangka, Kelurahan Manggau, Kecamatan Makale, Tana Toraja yang memiliki cakupan area cukup luas dan panjang, Selasa (16/4/2024)KOMPAS.com/MUH. AMRAN AMIR Kondisi lokasi longsor di Palangka, Kelurahan Manggau, Kecamatan Makale, Tana Toraja yang memiliki cakupan area cukup luas dan panjang, Selasa (16/4/2024)
Menurut keterangan Basarnas, tanah longsor terjadi di Makale Selatan, Tana Toraja pada Sabtu (13/04) pukul 22:30 WITA malam.

Bencana tersebut menelan 20 korban jiwa. Sebanyak 16 orang ditemukan meninggal dunia di Makale Selatan, sedangka empat orang lainnya di daerah Lembang Randan Batu.

Kepala Kantor Basarnas Makassar, Mexianus Bekabel, mengatakan korban terakhir yang ditemukan adalah seorang ibu bernama Sopia. Perempuan berusia 20 tahun itu ditemukan berjarak setengah meter dari anaknya, Gea, yang berumur tiga tahun.

Ia mengatakan bahwa medan pencarian sulit dijangkau karena terputusnya akses jalan menuju ke lokasi longsor, sehingga peralatan berat sulit dibawa masuk ke wilayah longsor.

"Tim SAR gabungan melanjutkan pencarian dengan berjalan kaki di wilayah longsor di Desa Palangka [Pango-Pango], Tana Toraja," kata Mexianus dalam keterangan tertulis pada Senin (15/04).

Baca juga: Pemerintah Berencana Relokasi Korban Longsor di Tana Toraja

Kapolres Tana Toraja AKBP Malpa Malacoppo, yang didampingi Dandim 1414/Tator Letkol Arh Bani Sepang, mengatakan pihaknya mengerahkan sebanyak 21 Tim SAR dari Brimob Polda Sulsel dan 2 unit anjing pelacak.

Selain itu, sebanyak 116 orang dari Basarnas, Kodim 1414 Toraja, BPBD Tana Toraja, Balai Kehutanan, Polres Tana Toraja, SAR Brimob, dan masyarakat sekitar turut membantu proses pencarian.

Berpotensi alami cuaca ekstrem

Tim SAR gabungan bersama warga melakukan pencarian korban tanah longsor di Palangka, Kelurahan Manggau, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Senin (15/4/2024).ANTARA FOTO via BBC Indonesia Tim SAR gabungan bersama warga melakukan pencarian korban tanah longsor di Palangka, Kelurahan Manggau, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Senin (15/4/2024).
Prakirawan Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Hasmororini, mengatakan bahwa dalam beberapa pekan terakhir kondisi hujan sedang hingga lebat terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.

Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, di antaranya aktifnya gelombang Ekuator Rossby dan gelombang Kelvin di sekitar wilayah Indonesia bagian tengah.

Gelombang Equatorial Rossby adalah fenomena yang terjadi di atmosfera ketika lautan yang berotasi secara berpasangan dan bergerak ke arah barat di sekitar kawasan ekuator.

Sementara, gelombang Kelvin atmosfer adalah sistem curah hujan tropis yang disertai pola angin barat dan timur yang khas.

“Adanya daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin [konvergensi] yang dapat meningkatkan aktivitas konvektif dan memaksimalkan potensi pertumbuhan awan hujan,” kata Hasmororini kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Daftar 20 Korban Tewas Tragedi Bencana Longsor di Tana Toraja

Oleh karena itu, ia mengatakan selama periode 15-17 April 2024, sejumlah daerah diperkirakan akan mengalami hujan lebat dengan angin kencang yang berpotensi mengalami bencana hidrometeorologi seperti, banjir, banjir bandang dan tanah longsor.

“Wilayah yang berpotensi terdampak longsor di sebagian Aceh, Kalimantan bagian barat dan tengah, Jawa Timur, Sulawesi bagian tengah, Papua bagian utara dan tengah,” ujarnya.

"Kawasan rawan longsor ada di setiap provinsi"

Kerabat dan warga meratap di sekeliling peti jenazah korban tanah longsor yang terjadi di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.JUFRI TONAPA/BBC Indonesia Kerabat dan warga meratap di sekeliling peti jenazah korban tanah longsor yang terjadi di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Menurut situs Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) milik BNPB, selama periode Maret-April 2024 telah terjadi 64 bencana tanah longsor di sejumlah daerah di Indonesia. Tanah longsor di Tana Toraja merupakan kejadian terbaru.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan, Abdul Muhari, mengatakan bahwa Tana Toraja memang merupakan kawasan yang memiliki risiko tinggi terjadi bencana tanah longsor. Sebab, kawasan tersebut didominasi oleh perbukitan.

“Hampir 60% dari kawasan kabupaten Tana Toraja merupakan daerah risiko tinggi tanah longsor dan banjir bandang. Tapi untuk kasus ini memang intensitas curah hujan yang dilaporkan oleh BPBD [Badan Penanggulangan Bencana Daerah] itu sangat tinggi,“ ujar Abdul.

Ia menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat cukup banyak kawasan yang dapat dikategorikan sebagai kawasan risiko sedang atau tinggi potensi terjadi longsor.

Baca juga: Sesuai Arahan Pj Gubernur Bahtiar, Dinkes Sulsel Kirim Bantuan untuk Korban Longsor di Tana Toraja

Bahkan, Abdul mengatakan bahwa hampir di setiap provinsi ada kawasan yang rawan longsor.

Untuk mengetahui apakah sebuah daerah berpotensi mengalami tanah longsor, Abdul mengatakan bahwa masyarakat dan pemerintah dapat mengakses situs inarisk.bnpb.go.id.

Pada situs itu, warga dapat memasukkan nama daerah ke dalam kolom pencarian dan melihat status kerawanan daerah tersebut terhadap bencana banjir hingga tanah longsor.

Adapun kapan terjadinya bencana sangat tergantung pada curah hujan yang jatuh, khususnya saat cuaca ekstrem.

“Pokoknya semuanya yang termasuk kawasan risiko tinggi, itu kalau ada hujan intensitas tinggi misalkan di atas 30-50 milimeter (mm) per hari. Itu bisa memicu longsor di daerah itu. Jadi kuncinya sekarang itu,“ katanya.

Baca juga: 20 Korban Longsor Tana Toraja Ditemukan, Basarnas Tutup Pencarian

Abdul menjelaskan bahwa ada dua indikator yang dapat menandakan kapan warga harus dievakuasi dari daerah yang rawan tanah longsor.

Pertama, pandangan mata warga tidak bisa mencapai 100 meter ke depan karena dihalangi hujan lebat.

Kedua, intensitas curah hujan mencapai 30 mm hingga 50 mm dan sudah berlangsung sampai satu jam lebih.

Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa BMKG perlu memberikan informasi secara real time terkait intensitas curah hujan. Dengan begitu, pemerintah daerah dapat segera memulai proses evakuasi warga.

“Kalau dua kondisi ini dipenuhi. Hujan nonstop dan visibility tidak terlihat 100 meter. Itu sudah saatnya BPBD turun untuk mengevakuasi masyarakat di daerah-daerah yang rawan longsor,” kata Abdul.

Antisipasi agar warga tak jadi korban

Kerabat dan warga meratap di sekeliling peti jenazah korban tanah longsor yang terjadi di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.JUFRI TONAPA/BBC Indonesia Kerabat dan warga meratap di sekeliling peti jenazah korban tanah longsor yang terjadi di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca, Ida Pramuwardani, mengatakan bahwa BMKG selama ini sudah memberikan peringatan cuaca dini atau early warning terkait potensi terjadinya cuaca ekstrem.

“Kami menyiarkan peringatan dini cuaca yang berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi ke para pemegang kepentingan juga,” ujarnya.

Prakirawan BMKG, Hasmororini, mengimbau masyarakat agar selalu waspada terhadap kemungkinan potensi cuaca ekstrim seperti hujan lebat yang disertai kilat petir, dan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor.

Tak hanya itu, ia juga menggarisbawahi pentingnya mengenai potensi bencana di lingkungannya dan mengetahui cara mengurangi risiko bencana tersebut.

“Misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan, bergotong royong menjaga kebersihan dan menata lingkungan sekitarnya,” katanya.

Baca juga: Longsor di Tana Toraja, Bocah 3 Tahun Ditemukan Tewas Tertimbun Material

Salah satu kunci paling krusial adalah dengan memutakhirkan informasi dari pemerintah daerah setempat terkait protokol evakuasi apabila terjadi bencana banjir.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan bahwa saat ini, semua peralatan untuk deteksi dini bencana tanah longsor - mulai dari indikasi kawasan rawan hingga peringatan cuaca - sudah difasilitasi bagi pemerintah daerah. Sehingga, seharusnya bencana yang menelan jiwa bisa dihindari.

“Jadi penanggulangan bencana ini, ujung tombaknya pemerintah daerah. Sekarang informasi apa lagi yang diperlukan? Peta daerah sudah ada, peta risikonya sudah ada. Terus sekarang, prakiraan cuaca BMKG alatnya sudah ada di situ.

“Teknologi praktisnya untuk melihat gejala alam sudah kami ajarkan. Proses belajar ini juga harus kita dorong ke pemerintah daerah,” tegas Abdul.

Sepanjang 2024, sudah terjadi 172 bencana tanah longsor dengan Jawa Tengah menjadi daerah paling banyak kejadian tanah longsor.

Baca juga: Jalinbar Sumatera Tertutup Longsor, Jalur Wisata ke Krui Tersendat

Penyebab longsor adalah pembukaan lahan

Foto udara area terdampak tanah longsor di Palangka, Kelurahan Manggau, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Senin (15/4/2024).ANTARA FOTO via BBC Indonesia Foto udara area terdampak tanah longsor di Palangka, Kelurahan Manggau, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Senin (15/4/2024).
Theofilus Allorerung, Bupati Tana Toraja, mengatakan bahwa sebelum terjadi bencana tanah longsor yang menewaskan 20 warga, pemerintah daerah sudah memberikan imbauan kepada warga.

“Pemerintah Tana Toraja sudah melakukan imbauan kepada warga agar waspada terkait adanya tanah longsor dikarenakan intensitas curah hujan dalam sepekan terakhir meningkat cukup tinggi. Memang tak ada hentinya [hujan] dan ada beberapa titik longsor,” katanya kepada wartawan Jufri Tonapa.

Bupati Tana Toraja, Theofilus Alloorerung, justru mengklaim faktor penyebab tanah longsor adalah pembukaan lahan.

"Selain faktor alam, juga bukaan lahan menggunakan racun untuk rumput dan ladang yang dibuka itu baiknya bijak dalam menggunakan," ucapnya kepada wartawan, Minggu (14/4/24) malam.

Baca juga: Longsor di Tana Toraja Tewaskan 18 Warga, Bupati Sebut karena Dampak Pembukaan Lahan

Ia mengatakan bahwa penggunaan racun jika tidak bijak juga cepat atau lambat akan berdampak bagi warga.

"Jika tidak bijak menggunakan racun untuk tanaman itu, maka tanah akan kering dan jika tidak dikelola lebih lanjut ketika ada hujan dengan intensitas tinggi tidak menutup kemungkinan akan ada banjir maupun longsor, ini saran untuk kita semua," tuturnya.

Ketika ditanya langkah apa yang akan diambil untuk mencegah terjadinya bencana serupa, Theofilius mengatakan bahwa pemerintah daerah akan melakukan sosialisasi kepada warga untuk berhenti menggunakan pestisida saat berkebun.

Sebab, menurut Theofilus pestisida tersebut mempengaruhi tekstur tanah yang akhirnya menyebabkan longsor.

“Kami melakukan sosialisasi untuk melakukan reboisasi untuk hutan-hutan yang gundul supaya menyerap air,” tutup Theofilus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sopir Mobil yang Terbakar di Banyumas Masih Misterius, Sempat Terekam Berjalan Santai Menjauhi TKP

Sopir Mobil yang Terbakar di Banyumas Masih Misterius, Sempat Terekam Berjalan Santai Menjauhi TKP

Regional
Pemkab Kediri Alokasikan Dana Hibah Rp 5 Miliar, Mas Dhito: Komitmen Tuntaskan PTSL

Pemkab Kediri Alokasikan Dana Hibah Rp 5 Miliar, Mas Dhito: Komitmen Tuntaskan PTSL

Regional
Kunjungi Korban Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Jokowi Bagikan Sembako

Kunjungi Korban Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Jokowi Bagikan Sembako

Regional
Masuk Musim Kemarau, 80 KK di Semarang Kekurangan Air Bersih

Masuk Musim Kemarau, 80 KK di Semarang Kekurangan Air Bersih

Regional
Bocah 14 Tahun di Bali Diperkosa 3 Pria Dewasa di Hotel, Korban Kenal Pelaku di Medsos

Bocah 14 Tahun di Bali Diperkosa 3 Pria Dewasa di Hotel, Korban Kenal Pelaku di Medsos

Regional
Viral, Unggahan Website Resmi Pemkot Posting Berita Wali Kota Semarang Maju Pilkada, Ini Penjelasan Kominfo

Viral, Unggahan Website Resmi Pemkot Posting Berita Wali Kota Semarang Maju Pilkada, Ini Penjelasan Kominfo

Regional
Tak Diizinkan Mancing, Pelajar SMP di Kalbar Nekat Bunuh Diri dengan Senapan Angin

Tak Diizinkan Mancing, Pelajar SMP di Kalbar Nekat Bunuh Diri dengan Senapan Angin

Regional
Pedagang di Ambon Plaza Mogok Jualan karena Harga Sewa Kios Naik

Pedagang di Ambon Plaza Mogok Jualan karena Harga Sewa Kios Naik

Regional
Melalui Festival Budaya Isen Mulang 2024, Gubernur Sugianto Kenalkan Potensi dan Budaya Kalteng

Melalui Festival Budaya Isen Mulang 2024, Gubernur Sugianto Kenalkan Potensi dan Budaya Kalteng

Kilas Daerah
Pelajar SMA di Morowali Tega Bunuh Ibunya Saat Tidur, Apa yang Terjadi?

Pelajar SMA di Morowali Tega Bunuh Ibunya Saat Tidur, Apa yang Terjadi?

Regional
Duduk Perkara Malapraktik di Prabumulih, Bidan yang Menjabat sebagai Lurah Jadi Tersangka

Duduk Perkara Malapraktik di Prabumulih, Bidan yang Menjabat sebagai Lurah Jadi Tersangka

Regional
Viral Video 4 Wanita dan Satu Polisi Merokok Sambil Konsumsi Miras, Diduga di Mapolres Sikka

Viral Video 4 Wanita dan Satu Polisi Merokok Sambil Konsumsi Miras, Diduga di Mapolres Sikka

Regional
Pilkada Demak, PPP Bakal Usung 3 Nama, Baru Satu yang Ambil Formulir

Pilkada Demak, PPP Bakal Usung 3 Nama, Baru Satu yang Ambil Formulir

Regional
Selundupkan Benih Lobster Senilai Rp 15,9 Miliar, 2 Pelaku Ditangkap

Selundupkan Benih Lobster Senilai Rp 15,9 Miliar, 2 Pelaku Ditangkap

Regional
Pemprov Jateng Buka Magang Jepang Tanpa Kuota Pendaftar, Ini Perinciannya

Pemprov Jateng Buka Magang Jepang Tanpa Kuota Pendaftar, Ini Perinciannya

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com