“Lalu petambak baik individu maupun korporasi ada yang dijadikan tersangka. Seharusnya ini menjadi warning bahwa pencemaran itu nyata terjadi. Artinya apa yang diperjuangkan Daniel secara subtantif itu benar,” katanya.
Baca juga: Soroti Debat Cawapres, Aktivis Lingkungan: Kalau Berani, Cabut UU Cipta Kerja
Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabalnusra) menetapkan empat orang menjadi tersangka perusak lingkungan akibat kegiatan tambak budidaya udang di Taman Nasional (TN) Karimunjawa.
Keempat tersangka tersebut adalah SL (50 tahun) warga Tambaksari, Kota Surabaya, S (50 tahun), TS (43 tahun), dan MSD (47 tahun) warga Karimunjawa.
Vonis yang dialami Daniel, kata Raynaldo G. Sembiring dari ICEL, dapat menjadi "preseden buruk" di masa depan terkait dengan proses penegakan hukum HAM dan perjuangan isu lingkungan.
Selain itu, vonis ini juga dapat menimbulkan kekhawatiran atas ancaman penjara bagi masyarakat yang ingin berjuang menjaga lingkungannya untuk tetap baik dan sehat.
Senada, Koalisi Advokat Pembela Pejuang Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa vonis Daniel memberikan efek yang sangat buruk bagi upaya pelestarian lingkungan di Karimunjawa, dan wilayah lain di Indonesia.
“Penegak hukum membuat kepercayaan publik semakin lemah, apakah ada keadilan dan penegakan hukum di Indonesia, dimana proses hukum terhadap Daniel Tangkilisan sejak awal dipenuhi pelanggaran hukum dan merupakan proses yang direkayasa untuk membungkam dan mengkriminalisasi Daniel Tangkilisan karena keberpihakannya terhadap pelestarian lingkungan di Karimunjawa,” bunyi dalam keterangan pers yang diterima BBC News Indonesia.
Baca juga: Kasus Borong Emas dari PT Antam, Kuasa Hukum Sebut Budi Said Korban Kriminalisasi
Senada, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan hukuman terhadap Daniel merupakan bukti nyata bahwa "kriminalisasi pembela lingkungan yang memperjuangkan kepentingan publik masih terus terjadi dan perlindungan kepada mereka masih sangat minim".
Menurut Usman, negara harus menunjukkan keberpihakan pada HAM dan kepentingan pelestarian lingkungan.
"Tidak sepantasnya Daniel dikriminalisasi apalagi sampai dipidana.”
Selain itu, Usman juga mengkritik pelaksanaan UU ITE yang bermasalah walau sudah dua kali direvisi.
“[UU ITE] tidak hanya mengancam kebebasan berekspresi, tetapi juga digunakan untuk membungkam pembela HAM, termasuk aktivis lingkungan, yang berupaya mencegah kerusakan ekologis.”
Baca juga: Benang Kusut Polemik Kampung Susun Bayam, Warga Tolak Bangunan Baru dan Hentikan Kriminalisasi
Amnesty International Indonesia mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 , setidaknya terdapat 55 korban dari 49 kasus penyalahgunaan UU ITE yang mengkriminalisasi ekspresi secara daring dan mengekang perbedaan pendapat secara damai.
Para korban terdiri dari masyarakat sipil, aktivis hingga jurnalis.
Awalnya dia mengunggah video berdurasi 6:03 menit di akun Facebooknya pada 12 November 2022. Video ini memperlihatkan kondisi pesisir Karimunjawa yang terdampak limbah tambak udang, dan mendapat komentar pro dan kontra.
Daniel lalu menuliskan komentar yang berisi: "Masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak yang itu kaya ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak & teratur untuk dipangan."
Atas tulisan itu, seorang warga berinisial R melaporkan Daniel ke Polres Jepara pada 8 Februari 2023.
Pada 23 Januari 2024, dia ditahan oleh Kejaksaan Negeri Jepara setelah berkasnya dinyatakan lengkap atau P21.
Baca juga: Berharap Jakpro Cabut Laporan, Eks Warga Kampung Bayam: Jangan Kriminalisasi Kami...
Kuasa hukum pelapor menyatakan bahwa komentar Daniel mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) karena menyebut ”otak udang”.
"Ini yang penting unsur SARA-nya yang masuk, karena dia menyamakan tempat ibadah kami orang orang muslim sama dengan hewan udang itu sendiri, jadi tidak ada kriminalisasi,” kata kuasa hukum pelapor, Noorkhan.
Tambak udang itu disebut aktivis lingkungan dan beberapa nelayan di Karimunjawa telah merusak lingkungan. Pasalnya para pemilik tambak udang ilegal ini tak punya Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
"Limbahnya ini mencemari biota-biota laut, banyak yang mati. Lumut sutra itu sebelumnya tidak pernah kami lihat semasif itu.
"Lumut ini sebarannya luas dan padat, ikan-ikan di bawah mati karena tidak kena sinar matahari dan ditambah kena limbah,” kata Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa, Bambang Zakaria.
Zakaria mengatakan setidaknyal ada 33 titik tambak udang ilegal di dua desa Karimunjawa. Setiap tambak luasannya berbeda-beda, yang paling kecil sekitar dua petak dan paling besar sampai 40 petak.
Wartawan Nur Ithrotul Fadhilah di Jepara, Jawa Tengah, turut berkontribusi dalam laporan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.