MAGETAN, KOMPAS.com – Sumono (45), warga Desa Bogoarum, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, terlihat mengemasi peralatan sejumlah pahat, palu dan gerinda seiring suara kumandang azan asar.
Sementara suara denting dari pahat batu yang beradu dengan kerasnya batu kali terdengar dari ayunan martil Midi (65), kakak ipar dari Sumono.
Keduanya adalah salah satu penerus pemahat peralatan dapur cobek dari batu kali di desa setempat.
“Tahun 1980-an hampir seluruh kampung di sini membuat batu cobek, uleg-uleg, bahkan nisan dan kijing. Sekarang tinggal kami dan beberapa warga saja,” ujar Sumono, saat ditemui di rumahnya, pada Jumat (29/3/2024).
Baca juga: Mengenal Kue Bolu Khas Magetan, Diburu Warga Saat Ramadhan dan Masih Jadi Menu Favorit Lebaran
Sumono mengaku, sejak kecil sudah membantu orangtua dan kakeknya untuk memahat uleg atau cobek, bahasa setempat menyebut lemper.
“Kalau sampai sekarang ya sudah 35 tahunan wong ini dulu pekerjaan turun temurun warga di sini dari buyut sampai bapak nurun ke saya,” imbuh dia.
Sementara, Midi (65), kakak ipar dari Sumono mengaku, bukan warga asli Desa bogoarum, namun menikah dengan kakak perempuan Sumono sehingga menggeluti pekerjaan memahat cobek batu kali.
Dalam satu hari, Midi mengaku bisa menyelesaikan satu hingga 3 buah cobek dari ukuran diameter 10 hingga 50 sentimeter.
Harga untuk satu cobek berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 250.000 tergantung besarnya diameter cobek.
“Pengasilannya lumayan karena memahat cobek hanya kerja sambilan. Untuk hariannya saya bekerja sebagai tukang bangunan,” ucap dia.
Midi mengaku mendapatkan batu dari sungai yang berada di utara desa yang berhulu di kaki Gunung Lawu. Daerah itu merupakan jalur Sungai Gandong dengan muara di Bengawan Madiun.
Batu yang berada di sungai tersebut memiliki kualitas yang sangat bagus untuk dijadikan cobek.
“Batu di sini kualitasnya bagus untuk peralatan dapur karena memiliki kekerasan dan padat. Untuk membentuk batu kita juga harus mengetahui alur urat dari batu ini agar mudah untuk membentuk cobek,” kata Midi.
Kehadiran blender di era tahun 2000-an, membuat sebagain warga Desa Bogoarum memilih pekerjaan lain karena permintaan cobek sepi.
Meski demikian, seiring dengan perkembangan zaman, Sumono dan Midi tetap menggeluti profesi pemahat cobek batu kali.
“Terbukti saat ini pemasaran masih jalan, masih ada permintaan. Karena ibu-ibu terutama masih lebih memilih menghaluskan bumbu pakai cobek,” ujar dia.
Baca juga: Ditinggal Shalat Tarawih, Rumah di Magetan Jadi Sasaran Pencurian
Meski masih menggeluti pekerjaan sebagai pemahat cobek, Sumono mengaku masih bisa menerima pesanan kijing, maupun batu nisan dari batu kali.
Namun, permintaan kijing dari batu kali saat ini sangat menurun drastis dikarenakan maraknya kijing keramik.
“Permintaan batu kijing masih kita layani, tapi permintaan sudah sangat jarang kalau dibilang tidak ada, karena untuk batu kijing harganya bisa mencapai Rp 7 juta. Mahal karena cari bahan batu besar saat ini susah,” ujar dia.
Batu cobek dari Desa Bogoarum hasil pahatan Midi maupaun Sumono tak sulit untuk dijual karena ada pedagang yang datang ke desanya.
Pemasaran batu cobek selain di wilayah Magetan juga sampai ke Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Karanganayar, Kabupaten Madiun, bahkan sampai ke Kabupaten Ngawi.
“Biasanya kalau Lebaran banyak juga yang mencari untuk oleh-oleh dibawa ke Surabaya atau ke Jakarta, karena mereka tahu cobek dari Bogoarum itu asli dari batu kali. Untuk penggunaanya bisa puluhan tahun,” kata Sumono.
Baca juga: Sepi Order dan Harga Bahan Baku Naik, Perajin Cincau di Magetan Pilih Tunda Produksi
Di tengah kemajuan zaman dengan keberadaan blender, batu cobek masih tetap diminati oleh warga untuk menghaluskan bumbu dapur maupun untuk membuat sambal.
Ratna, salah satu warga Magetan mengaku, ada peberdaan rasa ketika sambal dibuat dengan menggunakan batu cobek dari batu kali.
"Untuk membuat sambal lebih sedap menggunakan cobek, mungkin ada unsur mineral barangkali ya. Untuk menghaluskan bumbu masakan juga pengaruh dirasa saat diaplikasikan di masakan. Saya tetap menggunakan cobek untuk sambal dan bumbu, meski ada blender di rumah,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.