Sisanya, dia mengekspor ke Arab Saudi. Harganya dipatok antara Rp 700.000 hingga Rp 800.000, baik untuk lokal maupun mancanegara.
Baca juga: Perang Sarung, 19 Remaja di Pontianak Diamankan
Umar merupakan generasi ketiga penerus usaha kain sarung goyor.
Sang kakek, Muchsin, adalah pionir usaha tersebut era 1950-an.
Muchsin berasal dari Yaman yang beristri orang Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Umar tidak mengetahui kapan mendiang kakeknya tiba di Magelang.
Sepengetahuannya, Muchsin sempat juga memiliki usaha mebel.
“Simbah meninggal sekitar tahun 1973. Saya tidak mendapat cerita banyak soal simbah,” tuturnya.
Menurut dia, keistimewaan kain sarung Botol Terbang adalah tahan lama dan benangnya tidak molor sekalipun dimakan usia. Motifnya juga khas seperti sidamukti, kawung, serta damar kurung.
Kain sarung goyor Botol Terbang menggunakan benang dan pewarna buatan China dan India.
Menurut Umar, bahan-bahan ini lebih solid dibandingkan bahan lokal.
Itu juga yang membikin kain sarung lebih awet.
Di tengah maraknya kain sarung dengan jenama mapan atau bahan serupa, dia optimistis produknya tetap diminati pasaran.
Konsumen Botol Terbang sudah terbentuk segmentasinya sendiri, macam kiai, pengusaha, kolektor, hingga masyarakat Timur Tengah.
“Saya lillahi ta’ala aja. Optimistis dengan sarung goyor,” tandasnya.
Baca juga: Melihat Kebun Kurma di Berbah Sleman, Ada Ribuan Pohon yang Ditanam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.