KOMPAS.com - Pelaksanaan konstatering oleh Pengadilan Negeri (PN) Mataram atas kasus sengketa lahan di Gili Sudak, Dusun Gili Sudak, Desa Sekotong Barat, Lombok Barat urung terlaksana.
Pasalnya, konstatering yang rencananya dilakukan Kamis (21/3/2024) mendapatkan protes warga setempat.
Dari pantauan, nampak puluhan warga menunggu kedatangan rombongan yang akan melakukan konstatering atau proses pencocokan data dari tim PN Mataram atas objek sengketa yang akan dieksekusi.
Baca juga: Gili Sudak, Bermain dengan Bintang Laut di Pulau Memesona
Namun saat tiba dan akan menyandarkan perahu, para warga telah berkumpul di pinggir dan berteriak emosi.
Situasi ini membuat perahu boat yang ditumpangi pihak PN Mataram dan pendamping hukum pemenang gugatan balik kanan sehingga belum bisa melakukan konstatering.
Diketahui putusan konstatering dengan nomor perkara 142/Pdt.G/2019/PN Mtr itu merupakan kasus sengketa lahan yang dimenangkan penggugat atas nama Muksin Mahsun.
Dia meraih kemenangan di tingkat Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor : 366 PK/Pdt/2023 tanggal 9 Agustus 2023.
Disebutkan Muksin Mahsun menang dalam perkara luas lahan yang diperebutkan seluas sekitar 6,37 hektare.
Adapun dalam hal tergugat menyeret sejumlah pelaku wisata yang telah menduduki tanah tersebut demgan kepemilikan sertifikat di antaranya Awanadhi Aswinabawa, Debora Susanto dan pihak lainnya.
Kuasa Hukum Awanadhi Aswinabawa, Kurniadi, mengakui kliennya tersebut kalah dalam putusan PK.
Baca juga: Lombok Tak Cuma Gili Trawangan, Ada Gili Sudak
Namun saat ini pihaknya tengah melakukan Partij Verzet atau keberkatan dengan mengajukan perlawanan pihak atas penetapan eksekusi.
Menurut Kurniadi, kliennya tersebut telah membeli lahan di Gili Sudak tersebut pada tahun 2011 sesuai prosedur sertifikat yang dimiliki pemilik sebelumnya atas nama Haji Lalu Nasip.
"Klien saya memperoleh tanah ini dengan cara yang sah dengan membeli tanah ini. Tanah ini bersertifikat dari tahun 2005, kemudian dibeli (Awanadhi) di tahun 2011, dan dibalik nama (sertifikat) di tahun 2012," kata Kurniadi ditemui di lokasi, Kamis (21/3/2024).
Kurniadi mengklaim, saat Awanadhi menguasai lahan itu ia membangun bisnis pariwisata berupa bungalow hingga pariwisata di tempat tersebut mulai terkenal, maju dan menjadi ladang pekerjaan warga setempat seperti menjadi guide, both man dan lainnya.
Menurut Kurnadi, masyarakat melakukan protes terhadap putusan eksekusi tersebut karena kecewa mengingat selama ini lahan yang digugat tersebut merupakan ladang mencari pekerjaan.