Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Dugderan, Wajah Keberagamaan Kota Semarang untuk Menyambut Ramadhan

Kompas.com - 07/03/2024, 08:04 WIB
Muchamad Dafi Yusuf,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Bagi warga Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng) sudah tak asing lagi dengan Tradisi Dugderan yang diadakan setiap menjelang Ramadhan. 

Berdasarkan arsip Kementerian Pendidikan (Kemendikbud), Dugderan pertama kali digelar sekitar 1862-1881 oleh Bupati Semarang Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. 

Dugderan digagas sebagai kegiatan untuk menentukan pertanda awal waktu puasa. 

Nama Dugderan sendiri merupakan onomatope dari suara pukulan bedug dan dentuman meriam, sebagai tanda dimulainya Ramadhan. 

Baca juga: Melihat Warak Ngendog, Mainan Khas Jelang Ramadhan di Pasar Dugderan Semarang

Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat menghelat upacara dengan membunyikan suara bedug (dengan bunyi dug) sebagai puncak "awal bulan puasa" sebanyak 17 (tujuh belas) kali dan diikuti dengan suara dentuman meriam (dengan bunyi der) sebanyak 7 kali. 

Perpaduan bunyi bedug dan meriam tersebut yang kemudian membuat tradisi tersebut diberi nama Dugderan

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Pemerhati Sejarah Kota Semarang, Johanes Chistiono. Secara esensi Tradisi Dugderan merupakan penanda memasuki Ramadhan.

"Sebelum Muslim melaksanakan ibadah yang sakral itu dibuatkan acara khusus dengan membunyikan petasan. Dulu tahun 80-an pakai bom udara," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu (6/3/2024). 

Baca juga: Jemaah Masjid Aolia Gunungkidul Gelar Shalat Tarawih Malam Ini, Mbah Benu: Ini Masalah Keyakinan


Hadirnya Warak Ngendog

Salah satu pengunjung memilih mainan Warak Ngendog di Pasar Dugderan Semarang, Senin (4/3/2024) malam.KOMPAS.com/ Sabrina Mutiara Fitri Salah satu pengunjung memilih mainan Warak Ngendog di Pasar Dugderan Semarang, Senin (4/3/2024) malam.

Namun, beberapa tahun kemudian bom udara itu dihentikan karena dibangun menara di Masjid Kauman. 

"Diganti dengan membunyikan sirene. Bom udara jika diledakan di udara bisa sampai radius 5 kilometer," kata dia.

Menurutnya, yang identik dengan Dugderan adalah adanya binatang mitos yang bernama Warak Ngendog yang melambangkan akulturasi budaya di Kota Semarang. 

"Itu kan binatang mitos melambangkan akulturasi budayaan di Semarang. Kepalanya naga, bulunya burung, kakinya kambing. Itu kan gabungan China, Arab, dan Jawa," ungkap Johanes. 

Selain itu, juga ada Roti Ganjel Rel salah satu makanan yang identik dengan Dugderan. Biasanya, roti tersebut dibagikan kepada warga saat puncak acara Dugderan.

"Roti Ganjel Rel dibagi untuk takjil," ujar dia. 

Baca juga: Bolehkah Puasa Syawal Sekaligus Mengganti Utang Puasa Ramadhan?

Halaman:


Terkini Lainnya

Kambing yang Dicuri Pemberian Dedi Mulyadi, Muhyani: Saya Minta Maaf

Kambing yang Dicuri Pemberian Dedi Mulyadi, Muhyani: Saya Minta Maaf

Regional
Mensos Risma Robohkan Rumah yang Dihuni Bocah yang Lumpuh

Mensos Risma Robohkan Rumah yang Dihuni Bocah yang Lumpuh

Regional
Gunung Ile Lewotolok NTT Alami 120 Kali Gempa Embusan dalam 6 Jam

Gunung Ile Lewotolok NTT Alami 120 Kali Gempa Embusan dalam 6 Jam

Regional
Hanya Berselang 2 Jam, Sungai Bogowonto Kembali Makan Korban Jiwa

Hanya Berselang 2 Jam, Sungai Bogowonto Kembali Makan Korban Jiwa

Regional
352 Jemaah Haji Kloter Pertama di Jateng Berangkat dengan Fasilitas “Fast Track”, Apa Itu?

352 Jemaah Haji Kloter Pertama di Jateng Berangkat dengan Fasilitas “Fast Track”, Apa Itu?

Regional
360 Calon Jemaah Haji Kloter Pertama Embarkasi Solo Diterbangkan ke Tanah Suci

360 Calon Jemaah Haji Kloter Pertama Embarkasi Solo Diterbangkan ke Tanah Suci

Regional
Update Banjir di Tanah Datar Sumbar, 11 Orang Meninggal, 5 Kecamatan Terendam

Update Banjir di Tanah Datar Sumbar, 11 Orang Meninggal, 5 Kecamatan Terendam

Regional
Nyetir Sambil Pangku Anak, Isuzu Traga Tabrak Hillux di Wonogiri, 2 Orang Tewas

Nyetir Sambil Pangku Anak, Isuzu Traga Tabrak Hillux di Wonogiri, 2 Orang Tewas

Regional
Gibran Kunker ke UEA dan Qatar, Teguh Prakosa Jadi Plh Wali Kota Solo

Gibran Kunker ke UEA dan Qatar, Teguh Prakosa Jadi Plh Wali Kota Solo

Regional
Istri Hamil, Pria di Banyumas Malah Setubuhi Anak Tiri Berulang Kali

Istri Hamil, Pria di Banyumas Malah Setubuhi Anak Tiri Berulang Kali

Regional
Bocah 10 Tahun di Wonosobo Tewas Terseret Arus Bogowonto Usai Bermain Futsal

Bocah 10 Tahun di Wonosobo Tewas Terseret Arus Bogowonto Usai Bermain Futsal

Regional
Mobil Brimob Dicuri di Bandara Sentani, Pelaku Ditangkap Usai Ban Mobil Ditembak

Mobil Brimob Dicuri di Bandara Sentani, Pelaku Ditangkap Usai Ban Mobil Ditembak

Regional
Mengenal Urban Hiking Semarang, Komunitas Pejalan Kaki yang Hobi Menanjaki Perkampungan

Mengenal Urban Hiking Semarang, Komunitas Pejalan Kaki yang Hobi Menanjaki Perkampungan

Regional
Gibran Izin Tak Masuk Kerja 5 Hari untuk Kunker ke UEA dan Qatar

Gibran Izin Tak Masuk Kerja 5 Hari untuk Kunker ke UEA dan Qatar

Regional
Cerita Abdul Hamid Korban Banjir Nunukan, Tidur Memeluk Parang untuk Usir Buaya dan Ular Hitam

Cerita Abdul Hamid Korban Banjir Nunukan, Tidur Memeluk Parang untuk Usir Buaya dan Ular Hitam

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com